Posted by : sahdarullah
Jumat, 11 Oktober 2013
Pokok Bahasan ini meliputi :
n Potongan dan penghargaan
n Penetapan harga geografis
n Kebijaksanaan satu harga dan harga yang variabel
n Penetapan harga per unit
n Penetapan harga pada beberapa macam
barang
n Price lining
n Mempertahankan harga penjualan ulang
n Penetapan harga perkenalan
n Garansi dan penurunan harga
n Penetapan harga psikologis
n Persaingan harga dan persaingan bukan
harga
n Istilah-istilah penetapan harga
1. POTONGAN
DAN PENGHARGAAN
Potongan (discount) dan penghargaan (allowance) merupakan
pengurangan dari harga yang ada. Pengurangan ini dapat berbentuk tunai atau
berupa konsesi yang lain. Bentuk-bentuk potongan dan penghargaan yang banyak
dipakai antara lain berupa :
n Potongan kuantitas (quantity discount)
n Potongan dagang (trade discount)
n Potongan tunai (cash discount)
n Potongan musiman (seasonal discount)
n Penghargaan promosional (promotional allowance)
n Penghargaan komisi(brokerage allowance)
n Penghargaan barang (product allwance)
1)
POTONGAN KUANTITAS
Potongan kuantitas adalah potongan harga yang ditawarkan oleh
penjual agar konsumen bersedia membeli dalam jumlah yang lebih besar, atau
bersedia memusatkan pembeliannya pada penjual tersebut. Potongan yang diberikan
berupa satuan rupiah atau satuan barang. Potongan kuantitas dapat dilakukan
dengan menggunakan dua macam cara yaitu : (a) potongan kuantitas non kumulatif,
dan (b) potongan kualitas kumulatif
a.
Potongan kuantitas non
kumulatif
Potongan ini didasarkan pada pesanan
terhadap satu atau beberapa barang dalam jumlah yang besar. Misalnya, pembeli
dapat membeli dengan harga Rp 10,- untuk satu unit barang; tetapi kalau dia
membeli 3 unit, maka ia cukup membayar Rp25,-. Potongan kuantitas non kumulatif
ini dapat mendorong pesanan yang lebih besar; dan penerapannya dapat ditentukan
dengan menggunakan persentase.
b. Potongan kuantitas kumulatif
Potongan ini didasarkan pada volume
total yang dibeli selama satu periode tertentu. Cara seperti ini dapat mengikat
pembeli untuk membeli berkali-kali pada penjualan yang sama. Jadi, penjual yang
menggunakan potongan ini bertujuan menciptakan langganan
2) POTONGAN DAGANG
Potongan dagang, juga disebut
potongan fungsional (functional discount) adalah potongan harga yang ditawarkan
pada pembeli atas pembayaran untuk fungsi-fungsi pemasaran yang mereka lakukan.
Jadi, potongan dagang ini hanya diberikan kepada pembeli yang ikut memasarkan
barangnya (disebut penyalur), baik pedagang besar maupun pengecer. Misalnya :
potongan diberikan kepada pengecer sebesar 40% dan kepada pedagang besar
sebesar 10%. Apabila harga sebuah barang ditetapkan sebesar Rp. 400,-, maka
pengecer harus membayar Rp.240,- (dari Rp. 400,- dikurangi 40%nya), dan
pedagang besar harus membayar kepada produsen sebesar Rp.216,- (dari Rp.240,-
dikurangi 10%,-nya).
3) POTONGAN TUNAI
Potongan tunai adalah potongan yang
diberikan kepada pembeli atas pembayaran rekeningnya pada suatu periode, dan
mereka melakukan pembayaran tepat pada waktunya. Sebagai contoh : pembeli telah
membeli barang seharga Rp. 100.000,- dengan syarat pembayaran 2/10,n/30 pada
tanggal 7 Agustus. Pembeli akan memperoleh potongan sebesar 2% (Rp.2.000,-)
jika ia dapat membayar dalam jang waktu sepuluh hari setelah pembelian
disetujui atau setelah barang diterima (tanggal 17 Agustus). Cara lain yang
harus dilakukan oleh pembeli adalah membayar faktur tersebut dalam waktu
maksimum 30 hari. Jika pembayaran dilakukan pada tanggal sesudah 17 Agustus,
pembeli tidak memperoleh potongan. Dalam praktek, syarat pembayaran tersebut
dapat ditetapkan dengan kombinasi yang berbeda-beda menurut keinginan
masing-masing penjual. Ada penjual yang menetapkan 1/7, n/20;2/10 a.b. (2%
potongan jika dibayar dalam waktu 10 hari sesuda akhir bulan) : 3/10, n/60 p.b.
(periode mendapatkan potongan selama 10 hari sejak penerimaan barang).
4)
POTONGAN MUSIMAN
Potongan musiman adalah potongan yang diberikan kepada pembeli yang
melakukan pembelian di luar musim tertentu. Misalnya pembeli yang membeli jas
hujan pada musim panas, akan memperoleh potongan sebesar 5%, 10% atau 20%.
5)
PENGHARGAAN PROMOSIONAL
Penghargaan promosional (promotional allowance) adalah potongan harga
yang diberikan oleh penjual kepada pembeli yang ikut menjalankan usaha promosi.
Penghargaan ini juga dapat berbentuk bahan-bahan promosi yang diberikan oleh
penjual. Misalnya, pembeli yang bersedia membeli sepeda motor merk tertentu,
diberi dengan Cuma-Cuma sebuah helm, sebuah jaket, sebuah tas dengan merk
seperti sepeda motor yang dibelinya.
6)
PENGHARGAAN KOMISI
Penghargaan komisi (brokerage allowance) ini merupakan variasi lain
dari bentuk potongan dagang. Apabila makelar bertindak sebagai perantara dalam saluran distribusi,
maka ia dapat memperoleg persentase tertentu dari volume penjualan sebagai
jasanya. Potongan inilah yang disebut penghargaan komisi.
7) PENGHARGAAN BARANG
Penghargaan barang (product
allowance) adalah sejumlah pengurangan dari harga jual semestinya yang
diberikan kepada pembeli karena bersedia membeli barang dalam kondisi tidak
normal. Misalnya pembelian barang yang belum selesai, ukurannya tidak tepat,
warnanya sudah luntur, atau rusak.
2. PENETAPAN HARGA
GEOGRAFIS
Dalam penetapan harga, penjual harus
mempertimbangkan pula ongkos angkut untuk barang-barang yang disampaikan kepada
pembeli. Ongkos angkut ini
merupakan elemen yang penting dan termasuk dalam biaya variabel total. Menurut
politik penetapan harga tersebut, ongkos angkut dapat ditanggung semuanya oleh
pembeli atau oleh penjual saja, atau sebagian ditanggung pembeli dan sebagian
lagi ditanggung oleh penjual. Putusan tentang masalah ini dapat didasarkan pada
batas geografis dari pasar, letak fasilitas produksi sumber bahan mentahdan
kuatnya persaingan di daerah pasar yang bermacam-macam
Adapun jenis penetapan harga secara geografis yang ada antara lain :
(1) Free on board, (2) Uniform delivered
pricing, (3) Zone delivered pricing, (4) freight absorption pricing, (5) Basing
point pricing.
1)
FREE ON BOARD (F.O.B)
F.O.B. ini merupakan salah satu system penetapan harga geografis
yang banyak. Adapun dua
macam F.O.B. yang bisa dipakai, yaitu :
n F.O.B. tempat asal (F.O.B. point of origin)
n F.O.B. tujuan (F.O.B. destination)
Dalam F.O.B.
tempat asal, semua ongkos transport ditanggung oleh pembeli; penjual menentukan
harga jualnya atas dasar factor-faktor produksi yang dipakai dan hanya
menanggung biaya pemuatan. Jadi harga yang dibayar pembeli adalah harga barang
dari pabrik ditambah dengan ongkos angkut. Sedangkan pada F.O.B. tujuan,
seluruh beban pengangkutan menjadi tanggung jawab penjual, termasuk keamanan
barang-barang selama diperjalanan.
Perusahaan yang menggunakan F.O.B.
tempat asal memiliki keuntungan dalam persaingan jika lokasi pasarnya dengan
pabrik, tetapi untuk lokasi pasar yang jauh hal ini kurang menguntungkan. Jadi,
kebijaksanaan ini baik bilamana pasar/konsumen yang dituju terpusat disekitar
lokasi pabrik. Pada cara yang lain, penjual akan memperoleh keuntungan dalam
persaingan bilamana F.O.B. tujuan dipakai, terutama untuk pembeli yang jauh
2)
UNIFORM DELIVERED PRICING
Dalam system penetapan harga ini, semua pembeli menanggung ongkos
kirim yang sama besarnya. Jadi mereka membayar harga yang sama untuk barang
yang sama dimanapun mereka bertempat tinggal. Politik semacam ini banyak
digunakan apabila ongkos kirim merupakan jumlah yang tidak begitu besar dalam
struktur biaya total pada penjual. Kebijaksanaan harga ini juga disebut postage
estam pricing.
Pengecer dapat pula menggunakan
kebijaksanaan harga ini jika ia merasa bebas dalam melakukan pengiriman barang.
Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat posisi pasarnya. Dalam sistem ini, penjual
menanggung sebagian dari ongkos pengiriman barang (absorb freight) kepada
pembeli yang berlokasi jauh, dan memperoleh lebih banyak ongkos pengiriman
barang (phantom freight) kepada pembeli yang bertempat tinggal dekat dengan
lokasi pabrik.
3) ZONE DELIVERED PRICING
Dalam kebijaksanaan harga ini,
daerah penjualan dibagi kedalam beberapa wilayah, dan setiap wilayah ditetapkan
harga yang seragam. Ongkos kirim yang sudah diperhitungkan dalam harga jual
adalah ongkos kirim rata-rata ketiap tempat didalam suatu wilayah. Pada setiap
wilayah, terjadi pula absorb freight dan phantom freight, seperti pada postage
stamp pricing.
4) FREIGHT ABSORPTION PRICING
Dalam freight absorption pricing ini
penjual menetapkan harga yang besarnya sama dengan harga di pabrik penjual
ditambah dengan ongkos kirim dari tempat perusahaan saingan ke tempat pembeli
yang terdekat dari perusahaan saingan tersebut. Kebijaksanaan ini digunakan
dengan tujuan agar dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang dekat
dengan pembeli (lihat gambar 33)
5)
BASING POINT PRICING
Penjual yang ingin menggunakan kebijaksanaan ini lebih dulu
menentukan suatu base point, yaitu tempat yang dipilih untuk menentukan harga
jual. Dalam hal ini, harga jual ditetapkan sama dengan harga pabrik ditambah
ongkos kirim dari base point yang terdekat pada pembeli dengan lokasi pembeli,
dengan menghiraukan dari tempat mana barang dikirimkan. Pada pokoknya,
kebijaksanaan ini menganut prinsip penetapan harga yang lebih rendah atau
paling tidak sama dengan harga pesaing. Jadi, dalam menentukan base point
penjual harus memperhatikan lokasi pesaing. Sehingga base point dapat
ditentukan lebih dari satu.
3. KEBIJAKSANAAN SATU HARGA DAN HARGA YANG
VARIABEL
Perusahaan dapat mempertimbangkan, apakah akan mengikuti
kebijaksanaansatu harga atau kebijaksanaan harga yang variabel. Penggunaan kebijaksanaan yang satu tidak
tergantung pada kebijaksanaan yang lain.
1)
Kebijaksanaan Satu Harga
Perusahaan yang menganut kebijaksanaan satu harga (one price policy)
ini akan menentukan harga yang sama kepada semua pembeli yang membeli barang
yang sama, dalam jumlah yang sama, dan dengan syarat penjualan yang sama pula.
Kebijaksanaan tersebut dapat memberikan keyakinan dari pembeli kepada seorang
penjual (apakah ia produsen, pedagang besar, atau pengecer), walaupun
kadang-kadang pembeli tidak merasa bahwa mereka berada dalam persaingan yang
tidak menguntungkan.
2)
Kebijaksanaan Harga Yang
Variabel
Dalam kebijaksanaan harga ini (variable price policy), perusahaan
menetapkan harga yang berbeda kepada pembeli yang membeli barangnya dalam
jumlah sama. Sering harga yang variabel ini ditawarkan kepada pembeli yang
mempunyai hubungan akrab, sehingga harga yang terjadi dari hasil tawar menawar
akan lebih rendah dari yang ditawarkan.
4. PENETAPAN
HARGA PER UNIT
Penetapan harga per unit merupakan kebijaksanaan harga yang
dilakukan oleh perusahaan untuk melayani penjual eceran. Barang yang dijual
dapat dikelompokkan ke dalam beberapa macam pak (pak kecil, pak sedang, dan pak
besar misalnya) dengan ukuran atau berat yang berbeda-beda. Sehingga perusahaan
menjual beberapa macam unit. Sebagai contoh adalah penjualan sabun deterjen.
Satu pak sabun deterjen yang berukuran besar (dengan berat 1kg), isinya sama
dengan dua pak yang berukuran sedang (dengan berat ½ kh), atau empat pak yang
berukuran kecil. Apabila pembeli membeli sabun deterjen sebanyak 4pak ukuran
kecil, maka ia akan membayar harga lebih mahal dibandingkan dengan membeli 2
pak ukuran sedang. Dan
apabila ia membeli 2 pak ukuran sedang, ia harus membayar harga lebih mahal
daripada membeli satu pak ukuran besar.
Dapat terjadi bahwa konsumen akan
beralih ke merk lain, atau bahkan penjual lain; dan layalitas terhadap suatu
merk dapat menurun apabila persaingan harga semakin kuat.
5. PENETAPAN HARGA PADA BEBERAPA MACAM BARANG
Penetapan harga pada beberapa macam
barang ini menyangkut jumlah product line yang ditawarkan oleh perusahaan.
Apabila jumlah product line-nya semakin banyak, maka masalah penetapan harga
tersebut menjadi lebih komlek.
Yang perlu diperhatikan dalam strategi ini adalah ukuran, kualitas,
merk, dan sebagainya, yang dapat dipisahkan dari ukuran, kualitas, dan merk
barang lain. Hal ini dapat dipertimbangkan dari segi biaya dan segi permintaan
pasarnya.
Dari segi biaya, dapat dilihat kemungkinan terjadinya biaya bersama
(join cost) untuk beberapa macam barang. Dalam penetapan harga yang dikaitkan
dengan beberapa macam barang tersebut, menejemen harus menentukan jumlah
biayanya ditambah dengan laba tertentu, atau masing-masing barang harus dapat
menutup biaya variabelnya, dengan penghasilan yang besarnya melebihi kontribusi
pada overhead.
Dari segi permintaan, masing-masing jenis barang mempunyai daya
tarik sendiri-sendiri, baik dala hal kualitas, cara penggunaan, ataupun
ukurannya. Hal ini dapat mengurangi fleksibilitas menejemen dalam penetapan
harga karena mereka harus mempertimbangkan berbagai macam akibat yang
ditimbulkan oleh adanya harga yang sama pada beberapa macam barang. Untuk jenis
mesin misalnya, dapat dibedakan dari segi kekuatannya (10 tenaga kuda, 15
tenaga kuda, 25 tenaga kuda, dan sebagainya). Pada saat menetapkan harga untuk
mesin yang berkekuatan 15 tenaga kuda, perusahaan harus mempertimbangkan harga
untuk jenis mesin yang berkekuatan 10 tenaga kuda dan 25 tenaga kuda. Jadi,
perusahaan harus berusaha menetapkan harga pada sekelompok barang yang
berkaitan, bukannya pada masing-masing barang itu sendiri.
6. PRICE LINING
Price lining ini lebih banyak digunakan oleh pengecer daripada
pedagang besar atau produsen. Di sini, penjual menentukan beberapa tingkatan harga pada semua barang
yang dijual. Sebagai contoh : sebuah toko yang menjual berbagai macam sepatu
dengan model, ukuran, dan kualitas yang berbeda, telah menentukan tiga
tingkatan harga, yaitu Rp.3.000,-, Rp.5.000,-, dan Rp.10.000,-. Hal ini akan
memudahkan dalam pengambilan keputusan bagi konsumen untuk membeli dengan harga
yang sesuai (menurut jumlah uang yang dimilikinya).
7. MEMPERTAHANKAN HARGA PENJUALAN ULANG
Mempertahankan harga penjualan ulang
(resale price maintemance) ini merupakan kebijaksanaan harga yang digunakan
oleh produsen untuk mengadakan pengawasan pada tingkat pengecer. Biasanya,
produsen yang mengikuti kebijaksanaan ini memberikan daftar harga sebagai
pedoman bagi pengecer, sehingga potongan yang akan diterima oleh pengecer mudah dihitung. Hal ini dapat dilakukan
terutama pada saluran distribusi yang selektif dan ekslusif. Jadi, harga eceran
barang yang dijual tetap ditentukan dan diatur oleh produsen.
8. PENETAPAN HARGA PERKENALAN
Beberapa penjual terutama pengecer,
kadang-kadang menurunkan harga barang yang dijualnya untuk waktu sementara. Hal
ini dimaksudkan untuk dapat menarik lebih banyak pembeli dan mereka bersedia
kembali lagi pada pengecer tersebut. Harga seperti ini dinamakan harga
perkenalan.
Sering pula harga perkenalan ini
dapat mengakibatkan rugi bagi penjual dan dapat pula menimbulkan praktek
perdagangan yang tidak sehat. Penjual yang menggunakan cara ini lebih
mementingkan untuk mencari laba dari seluruh operasinya, dan bukannya laba dari
masing-masing barang yang dijualnya.
9. GARANSI
DAN PENURUNAN HARGA
Ada penjual yang memberikan jaminan
bahwa harga barang yang dijualnya tidak akan berubah sejak barang tersebut
dipesan sampai dengan diterima oleh pembeli. Kebijaksanaan ini biasanya
ditujukan kepada para pembeli yang bermaksud menjual lagi (penyalur), dan
digunakan untuk barang-barang yang permintaannya berfluktuasi menurut musim
(misalnya : buah-buahan). Kadang-kadang produsen menjamin bahwa harga barangnya
tidak akan turun sampai barang tersebut dijual lagi oleh pembeli.
Jika tidak ada jaminan seperti ini, maka semua resiko turunnya harga
yang diakibatkan oleh musim menjadi tanggung jawab pembeli/penyalur. Masalah
ini sering mendorong para perantara untuk mengadakan spekulasi dalam
persediaan. Apabila terjadi kenaikan harga mereka akan memperoleh laba; dan
apabila harga turun mereka tetap mendapatkan jaminan dari produsennya.
10. PENETAPAN
HARGA PSIKOLOGIS
Kebijaksanaan ini biasanya digunakan untuk penjualan barang pada
tingkat pengecer. Dalam metode ini, harga ditetapkan dengan angka yang ganjil
atau janggal, misalnya Rp. 2.999,- (salah satu jenis harga yang dipakai oleh
Perusahaan Sepatu BATA). Contoh yang
lain adalah harga kamera merk RICOH 500 GX yang ditetapkan sebesar Rp.49.999,-.
Pada umumnya, penjual yang menganut kebijaksanaan harga psikhologis
(juga disebut odd pricing) ini percaya bahwa dengan menetapkan harga yang
ganjil akan menghasilkan penjualan lebih besar. Jadi, harga Rp.2.999,- dan Rp.
49.999,- akan memberikan penghasilan yang lebih besar daripada Rp.3.000,- dan
Rp.50.000,-. Dalam pembeliannya konsumen mempunyai kesan bahwa jumlah uang yang
dikeluarkan seolah-olah jauh lebih sedikit, meskipun kenyataannya dengan
memberikan uang Rp.3.000,- dan Rp.50.000,- mereka hanya mendapatkan uang
kembali Rp.1,-. Sering pula terjadi bahwa uang kembali sebesar Rp 1,- tersebut
tidak diminta kembali oleh konsumen karena nilainya tidak seberapa.
11. PERSAINGAN HARGA DAN PERSAINGAN BUKAN HARGA
Untuk menghadapi persaingan, perusahaan mempunyai suatu pilihan
apakah lebih menitikberatkan pada persaingan harga ataukah pada persaingan
bukan harga.
1)
PERSAINGAN HARGA OLEH
PERUSAHAAN
Jika perusahaan lebih menitik-beratkan pada persaingan harga
perusahaan akan menghadapi dua alternative yaitu : (a) mengadakan perubahan
harga, dan (b) mengadakan reaksi terhadap perubahan harga yang dilakukan oleh
pesaing.
a. Perubahan harga oleh
perusahaan
Berbagai situasi dapat menyebabkan
harga suatu barang harus diubah. Apabila biaya meningkat misalnya, menejemen
dapat menunjukkan bahwa tindakan yang paling baik adalah meningkatkan harga dan
bukannya menurunkan kualitas atau mengadakan promosi yang agresif. Perusahaan
harus menentukan tindakan apa yang perlu diambil dalam menghadapipersaingan.
Apabila market share perusahaan
menurun karena kuatnya persaingan, perusahaan dapat mengadakan reaksi dengan
menurunkan harga. Tetapi untuk jangka panjang, alternatif yang paling baik
adalah dengan mengembangkan program pemasaran.
Kadang-kadang perusahaan menetapkan harga tertentu selama jangka
waktu yang tidak lama dengan tujuan untuk menyesuaikan jumlah persediaan yang
terlalu berlebihan atau terlalu sedikit. Atau dapat pula dipakai sebagai taktik
dalam promosi untuk memperkenalkan barang baru atau untuk mendorong penjualan
barang yang ada.
Sebelum mengadakan perubahan harga, menejemen harus mempertimbangkan
beberapa factor. Misalnya, penurunan harga dapat dilakukan hanya pada saat
penjual mempunyai kurve permintaan yang elastis. Dengan penurunan harga ini,
menejemen dapat mengharapkan adanya kenaikan dalam volume penjualan. Sedangkan
kenaikan volume penjualan itu sendiri akan meningkatkan penghasilan. Tetapi
bila permintaannya inelastic, maka penurunan harga hanya akan mengakibatkan
penghasilan total berkurang.
Penjual perlu juga menetapkan apakah persentase dari naiknya
penjualan dapat menutup persentase dari pengurangan harga per unit.
Sebagai contoh :
Apabila harga per unit dipotong 20%, maka penjualan harus dapat
ditingkatkan minimal 25%agar dapat memperoleh volume penjualan dalam rupiah
minimal sama seperti keadaan sebelum dipotong. Untuk menentukan tingkat
persentase tersebut dapat digunakan rumus sebagai berikut :
c
X = -----------
1
– c
dimana :
c = adalah persentase pengurangan harga
x = adalah
persentase volume penjualan yang sama besarnya dengan volume penjualan seperti
sebelum dipotong 9dalam rupiah)
Menejemen juga perlu mempertimbangkan akibat pengurangan harga
tersebut pada marjin kotor, dan kemungkinan untuk menutup harga tersebut dengan meningkatkan
penjualannya (dalam unit barang atau dalam rupiah). Untuk menentukan kenaikan
volume penjualan dalam rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh marjin kotor
dalam rupiah yang sama besarnya seperti sebelum harga dipotong, rumus yang
dipakai adalah :
M(1 – C)
X = -------------- - 1
M - C
Dimana :
C
= adalah persentase pengurangan
harga
M
= adalah persentase marjin kotor
X =
adalah persentase naiknya volume penjualan dalam rupiah yang diburuhkan
untuk mendapatkan marjin kotor dalam rupiah seperti sebelum dipotong.
Rumus kedua tersebut mempunyai
anggapan bahwa biaya produksi per unit adalah konstan. Apabila perusahaan
mempunyai 30% marjin kotor dan mengadakan pengurangan harga sebesar 10%, maka
kenaikan volume penjualan dalam rupiah yang dibutuhkan dapat dihitung sebagai
berikut :
M(1
– C)
X = ------------------ - 1
M
– C
30% (1 – 10%)
= ------------------- --- - 1
30% - 10%
= 35%.
Pengurangan harga seperti ini sering
dijumpai dalam pasar dimana hanya terdapat beberapa penjual 9oligopoli), dan
barang atau jasa yang dijual adalah sejenis. Dalam keadaan seperti ini,
pengurangan harga di bawah harga pasar memberikan kemungkinan adanya kenaikan
volume yang besar.
b.
Reaksi terhadap perubahan harga oleh
pesaing
Pada suatu saat perusahaan dapat memperkirakan
bahwa pesaingnya akan melakukan perubahan harga. Tetapi perusahaan tidak
mengetahui kapan perubahan itu terjadi, seberapa besar, dan perubahan itu
meningkat atau menurun. Yang penting, perusahaan harus siap menghadapi
perubahan tersebut. Apabila pesaing menurunkan harga, tindakan ini lebih serius
bagi perusahaan dibandingkan apabila pesaing menaikkan harga.
2)
PERSAINGAN BUKAN HARGA
Dalam persaingan bukan harga, penjual berusaha mempertahankan suatu
tingkat harga yang stabil. Sedangkan usaha-usaha yang harus dilakukan untuk
meningkatkan posisi pasarnya lebih dititik-beratkan pada barang yang dijual,
system distribusinya, program promosi, atau pelayanan. Tentu saja tugas menejemen tidak dapat terlepas
dari masalah penetapan harga. Dari segi lain, persaingan harga masih mungkin
terjadi, dan harga dapat berubah setiap saat.
Dalam praktek, strategi persaingan
bukan harga ini sering diikuti dengan kebijaksanaan pengawasan harga. Tindakan
ini ditujukan untuk mencegah perantara menggunakan harga tersebut sebagai alat
pesaing langsung. Produsen dan menempuh kebijaksanaan
pengawasan harga ini dengan cara :
a. Menjual secara langsung kepada
konsumen akhir atau pemakai industri
b. Menyewakan atau menjual barang
dengan sistem konsinyasi (titipan).
c. Memperdagangkan barang-barang
tersebut secara bebas.
d. Menggunakan harga penjualan ulang
secara hati-hati pada saluran distribusi yang ekslusif.
Adapun metode-metode persaingan bukan harga yang dapat dilakukan
oleh perusahaan antara lain :
§ Pembedaan barang (product deffrentiation)
Cara ini banyak terdapat dalam pasar
monopoli atau persaingan tidak sempurna. Di sini penjual berusaha menciptakan
kesan sedemikian rupa pada pembeli tentang barang yang dijualnya, agar mereka
tidak mengadakan perbndingan harga dengan barang saingan.
§ Menitik beratkan pada jenis dan
kualitas jasa yang ditawarkn pada perantara maupun pada pembeli akhir, seperti
persyaratan kredit yang lunaj, penghantaran barang, pemasangan barang, dan
garansi.
§ Lokasi penjual yang strategis
§ Kupon berhadian.
12. ISTILAH-ISTILAH PENETAPAN HARGA
Ada
beberapa istilah lain tentang penetapan harga yang perlu diketahui, yaitu :
a) Adaptive pricing
Adaptive pricing
memberikan kemungkinan kepada perusahaan untk merubah harga dengan mendasarkan
pada beberapa faktor, seperti : peraingan, kondisi pasar, da biaya sumber
faktor produksi.
b) Competitian-oriented pricing, adalah
sebuah strategi penetapan harga yang didasarkan pada tindakan pesaing. Ini
merupakan kebalikan dari pricing leadership.
c) Cost oriented pricing, adalah
strategi penetapan harga yang didasarkan pada biaya.
d) Customary pricing, yaitu harga yang
ditetapkan oleh penjual selalu disesuaikan dengan beberapa ketentuan tingkat
harga yang terjadi di pasar.
e) Demand – oriented pricing, adalah
strategi penetapan harga yang didasarkan pada permintaan konsumen.
Kadang-kadang harga yang berbeda dikenakan pada konsumen yang berbeda pulan.
f) Market price, adalah harga yang
terjadi dengan adanya penawaran dan permintaan, serta tidak dapat diawasi oleh
penjual.
g) Pricing leadership, adalah prosedur
dengan mana seluruh pesaing dalam suatu industri mengikuti praktek penetapan
harga dari satu atau beberapa perusahaan yang dominan.
h) Product line pricing, adalah suatu
prosedur yang dipakai untuk menetapkan harga bagi sekelompok barang sejenis,
tetapi ditujukan pada segmen pasar yang berlainan.
i)
Target
pricing, adalah metode penetapan harga yang didasarkan pada market share
tertentu atau pengembalian investasi tertentu sebagai tujuan dari perusahaan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar