Posted by : sahdarullah
Jumat, 11 Oktober 2013
Alhamdulillah
wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Waktu muda,
kata sebagian orang adalah waktu untuk hidup foya-foya, masa untuk
bersenang-senang. Sebagian mereka mengatakan, “Kecil dimanja, muda foya-foya,
tua kaya raya, dan mati masuk surga.” Inilah guyonan sebagian pemuda. Bagaimana
mungkin waktu muda foya-foya, tanpa amalan sholeh, lalu mati bisa masuk
surga[?] Sungguh hal ini dapat kita katakan sangatlah mustahil. Untuk masuk
surga pastilah ada sebab dan tidak mungkin hanya dengan foya-foya seperti itu.
Semoga melalui risalah ini dapat membuat para pemuda sadar, sehingga mereka
dapat memanfaatkan waktu mudanya dengan sebaik-baiknya. Hanya pada Allah-lah
tempat kami bersandar dan berserah diri.
Wahai Pemuda,
Hidup Di Dunia Hanyalah Sementara
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah menasehati seorang sahabat yang tatkala itu
berusia muda (berumur sekitar 12 tahun) yaitu Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma.
(Syarh Al Arba’in An Nawawiyah Syaikh Sholeh Alu Syaikh, 294). Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam memegang pundaknya lalu bersabda,
كُنْ فِي
الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ , أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ
“Hiduplah
engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.” (HR. Bukhari no. 6416)
Lihatlah
nasehat yang sangat bagus sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada sahabat yang masih berusia belia.
Ath Thibiy
mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan orang
yang hidup di dunia ini dengan orang asing (al ghorib) yang tidak
memiliki tempat berbaring dan tempat tinggal. Kemudian beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan lebih lagi yaitu memisalkan dengan pengembara.
Orang asing dapat tinggal di negeri asing. Hal ini berbeda dengan seorang
pengembara yang bermaksud menuju negeri yang jauh, di kanan kirinya terdapat
lembah-lembah, akan ditemui tempat yang membinasakan, dia akan melewati padang
pasir yang menyengsarakan dan juga terdapat perampok. Orang seperti ini
tidaklah tinggal kecuali hanya sebentar sekali, sekejap mata.” (Dinukil dari Fathul
Bariy, 18/224)
Negeri asing
dan tempat pengembaraan yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah dunia dan
negeri tujuannya adalah akhirat. Jadi, hadits ini mengingatkan kita dengan
kematian sehingga kita jangan berpanjang angan-angan. Hadits ini juga
mengingatkan kita supaya mempersiapkan diri untuk negeri akhirat dengan amal
sholeh. (Lihat Fathul Qowil Matin)
Dalam hadits
lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا لِى وَمَا
لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ
شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Apa peduliku
dengan dunia?! Tidaklah aku tinggal di dunia melainkan seperti musafir yang
berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu musafir tersebut
meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi
no. 2551. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if
Sunan At Tirmidzi)
‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu
‘anhu juga memberi petuah kepada kita,
ارْتَحَلَتِ
الدُّنْيَا مُدْبِرَةً ، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً ، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ
مِنْهُمَا بَنُونَ ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ
أَبْنَاءِ الدُّنْيَا ، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ ، وَغَدًا حِسَابٌ
وَلاَ عَمَلَ
“Dunia itu akan
pergi menjauh. Sedangkan akhirat akan mendekat. Dunia dan akhirat tesebut
memiliki anak. Jadilah anak-anak akhirat dan janganlah kalian menjadi anak
dunia. Hari ini (di dunia) adalah hari beramal dan bukanlah hari perhitungan
(hisab), sedangkan besok (di akhirat) adalah hari perhitungan (hisab) dan
bukanlah hari beramal.” (HR. Bukhari secara mu’allaq –tanpa sanad-)
Manfaatkanlah
Waktu Muda, Sebelum Datang Waktu Tuamu
Lakukanlah lima
hal sebelum terwujud lima hal yang lain. Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
اِغْتَنِمْ
خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ
وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ
مَوْتِكَ
“Manfaatkan
lima perkara sebelum lima perkara : [1] Waktu mudamu sebelum datang waktu
tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] Masa kayamu sebelum
datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, [5]
Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan
oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim.
Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)
Waktu mudamu
sebelum datang waktu tuamu, maksudnya: “Lakukanlah ketaatan ketika dalam kondisi kuat untuk beramal
(yaitu di waktu muda), sebelum datang masa tua renta.”
Waktu sehatmu
sebelum datang waktu sakitmu, maksudnya: “Beramallah di waktu sehat, sebelum datang
waktu yang menghalangi untuk beramal seperti di waktu sakit.”
Masa luangmu
sebelum datang masa sibukmu, maksudnya: “Manfaatkanlah kesempatan (waktu luangmu) di dunia ini sebelum
datang waktu sibukmu di akhirat nanti. Dan awal kehidupan akhirat adalah di
alam kubur.”
Masa kayamu
sebelum datang masa kefakiranmu, maksudnya: ”Bersedekahlah dengan kelebihan hartamu
sebelum datang bencana yang dapat merusak harta tersebut, sehingga akhirnya
engkau menjadi fakir di dunia maupun akhirat.”
Hidupmu sebelum
datang kematianmu, maksudnya:
“Lakukanlah sesuatu yang manfaat untuk kehidupan sesudah matimu, karena siapa
pun yang mati, maka akan terputus amalannya.”
Al Munawi
mengatakan,
فَهِذِهِ
الخَمْسَةُ لَا يَعْرِفُ قَدْرَهَا إِلاَّ بَعْدَ زَوَالِهَا
“Lima hal ini
(waktu muda, masa sehat masa luang, masa kaya dan waktu ketika hidup) barulah
seseorang betul-betul mengetahui nilainya setelah kelima hal tersebut hilang.”
(At Taisir Bi Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 1/356)
Benarlah kata
Al Munawi. Seseorang baru ingat kalau dia diberi nikmat sehat, ketika dia
merasakan sakit. Dia baru ingat diberi kekayaan, setelah jatuh miskin. Dan dia
baru ingat memiliki waktu semangat untuk beramal di masa muda, setelah dia
nanti berada di usia senja yang sulit beramal. Penyesalan tidak ada gunanya
jika seseorang hanya melewati masa tersebut dengan sia-sia.
Orang yang
Beramal Di Waktu Muda Akan Bermanfaat Untuk Waktu Tuanya
Dalam surat At
Tiin, Allah telah bersumpah dengan tiga tempat diutusnya para Nabi ‘Ulul Azmi
yaitu [1] Baitul Maqdis yang terdapat buah tin dan zaitun –tempat diutusnya
Nabi ‘Isa ‘alaihis salam-, [2] Bukit Sinai yaitu tempat Allah berbicara
langsung dengan Nabi Musa ‘alaihis salam, [3] Negeri Mekah yang aman,
tempat diutus Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah
bersumpah dengan tiga tempat tersebut, Allah Ta’ala pun berfirman,
لَقَدْ
خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ
سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ
أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada
putus-putusnya.” (QS. At Tiin
[95] : 4-6)
Maksud ayat “Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” ada empat
pendapat. Di antara pendapat tersebut adalah “Kami telah menciptakan manusia
dengan sebaik-baiknya sebagaimana di waktu muda yaitu masa kuat dan semangat
untuk beramal.” Pendapat ini dipilh oleh ‘Ikrimah.
“Kemudian Kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya”. Menurut Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah,
Ibrahim dan Qotadah, juga Adh Dhohak, yang dimaksudkan dengan bagian ayat ini
adalah “dikembalikan ke masa tua renta setelah berada di usia muda, atau
dikembalikan di masa-masa tidak semangat untuk beramal setelah sebelumnya
berada di masa semangat untuk beramal”. Masa tua adalah masa tidak semangat
untuk beramal. Seseorang akan melewati masa kecil, masa muda, dan masa tua.
Masa kecil dan masa tua adalah masa sulit untuk beramal, berbeda dengan masa
muda.
An Nakho’i
mengatakan, “Jika seorang mukmin berada di usia senja dan pada saat itu sangat
sulit untuk beramal, maka akan dicatat untuknya pahala sebagaimana amal yang
dulu dilakukan pada saat muda. Inilah yang dimaksudkan dengan firman Allah (yang
artinya): bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”
Ibnu Qutaibah
mengatakan, “Makna firman Allah (yang artinya), “Kecuali orang-orang yang
beriman” adalah kecuali orang-orang yang beriman di waktu mudanya, di saat
kondisi fit (semangat) untuk beramal, maka mereka di waktu tuanya nanti
tidaklah berkurang amalan mereka, walaupun mereka tidak mampu melakukan amalan
ketaatan di saat usia senja. Karena Allah Ta’ala Maha Mengetahui,
seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal sebagaimana waktu mudanya,
mereka tidak akan berhenti untuk beramal kebaikan. Maka orang yang gemar
beramal di waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi ganjaran
sebagaimana di waktu mudanya.” (Lihat Zaadul Maysir, 9/172-174)
Begitu juga
kita dapat melihat pada surat Ar Ruum ayat 54.
اللَّهُ الَّذِي
خَلَقَكُم مِّن ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِن
بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفاً وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ
الْقَدِيرُ
“Allah, Dialah
yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu)
sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya
dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar Ruum: 54)
Ibnu Katsir
mengatakan, “(Dalam ayat ini), Allah Ta’ala menceritakan mengenai fase
kehidupan, tahap demi tahap. Awalnya adalah dari tanah, lalu berpindah ke fase
nutfah, beralih ke fase ‘alaqoh (segumpal darah), lalu ke fase mudh-goh
(segumpal daging), lalu berubah menjadi tulang yang dibalut daging. Setelah itu
ditiupkanlah ruh, kemudian dia keluar dari perut ibunya dalam keadaan lemah,
kecil dan tidak begitu kuat. Kemudian si mungil tadi berkembang perlahan-lahan
hingga menjadi seorang bocah kecil. Lalu berkembang lagi menjadi seorang
pemuda, remaja. Inilah fase kekuatan setelah sebelumnya berada dalam keadaan
lemah. Lalu setelah itu, dia menginjak fase dewasa (usia 30-50 tahun). Setelah
itu dia akan melewati fase usia senja, dalam keadaan penuh uban. Inilah fase
lemah setelah sebelumnya berada pada fase kuat. Pada fase inilah berkurangnya
semangat dan kekuatan. Juga pada fase ini berkurang sifat lahiriyah maupun
batin. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “kemudian
Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban”.” (Tafsir
Al Qur’an Al Azhim pada surat Ar Ruum ayat 54)
Jadi, usia muda
adalah masa fit (semangat) untuk beramal. Oleh karena itu, manfaatkanlah dengan
sebaik-baiknya. Janganlah disia-siakan.
Jika engkau
masih berada di usia muda, maka janganlah katakan: jika berusia tua, baru aku
akan beramal.
Daud Ath Tho’i
mengatakan,
إنما الليل
والنهار مراحل ينزلها الناس مرحلة مرحلة حتى ينتهي ذلك بهم إلى آخر سفرهم ، فإن
استطعت أن تـُـقدِّم في كل مرحلة زاداً لما بين يديها فافعل ، فإن انقطاع السفر عن
قريب ما هو ، والأمر أعجل من ذلك ، فتزوّد لسفرك ، واقض ما أنت قاض من أمرك ،
فكأنك بالأمر قد بَغَـتـَـك
“Sesungguhnya
malam dan siang adalah tempat persinggahan manusia sampai dia berada pada akhir
perjalanannya. Jika engkau mampu menyediakan bekal di setiap tempat
persinggahanmu, maka lakukanlah. Berakhirnya safar boleh jadi dalam waktu
dekat. Namun, perkara akhirat lebih segera daripada itu. Persiapkanlah
perjalananmu (menuju negeri akhirat). Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan.
Tetapi ingat, kematian itu datangnya tiba-tiba.” (Kam Madho Min ‘Umrika?,
Syaikh Abdurrahman As Suhaim)
Semoga maksud
kami dalam tulisan ini sama dengan perkataan Nabi Syu’aib,
إِنْ أُرِيدُ
إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ
تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“Aku tidak
bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan
tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada
Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud [11] : 88)
Semoga Allah
memperbaiki keadaan segenap pemuda yang membaca risalah ini. Semoga Allah
memberi taufik dan hidayah kepada mereka ke jalan yang lurus.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush
sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi
wa sallam. [Muhammad Abduh
Tuasikal]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar