• Posted by : sahdarullah Jumat, 21 Agustus 2015



    Teknologi Maju yang padat modal dicetuskan dalam Pembangunan Indonesia karena bcrbagat pertimbangan, yaitu :

    • Pembangunan Sektor Industrr yang menggunakan Teknologi Modern yang mutakhir merupakan pertanda bahwa suatu negara sanggup untuk secara ekonomi berkembang.
    • Perlu diadakan Investasi dengan Proyeksi yang jauh kemasa depan.
    • Penggunaan dari Teknologi Modern dan Maju memungkinkan manager dan pekerja untuk menguasai keterampilan-ketrampilan yang harus dipunyai untuk dapat menggerakkan ekonomi yang modern.
    • Industri-industri yang mempunyai laju pertumbuhan besar adalah Industri-industri yang menggunakan Teknologi Maju.
    • Derajat intensitas modal yang besar dari industri modem memungkinkan dikumpulkannya surplus yang besar yang kemudian dapat diinvestasikan untuk mendapatkan laju portumbuhan yang lebih besar lagi.
      Penggunaan Teknologi Maju pada negara-negara berkembang pada umumnya gagal untuk menghasilkan laju pertumbuhan yang diperkirakan, dan malah dicap sebagai biang keladi dari
    • Ketidakmampuan dari ekonomi yang dihasilkan dari strategi tersebut untuk menciptakan lapangan kerja yang cukup bagi angkatan kerjanya.
    • Pendorong urbanisasi, yang menyebabkan masalah-masalah urban yang kompleks dan menakutkan di kota-kota atau didaerah urban.
    Alternatif TEKNOLOGI apa yang tepat untuk diterapkan disuatu negara berkembang ?
    Perlu diperhatikan pemasalahan-permasalahan sebagai berikut :
    • Sejauh mana Teknologi Alternatif tersebut dapat memadukan berbagai komposisi faktor ekonomi berupa modal, tanah, ketrampilan tenaga kerja untuk menghasilkan produk yang diinginkan ?.
    • Baikkah pengembangan finansial dari Teknologi Altematif tersebut ?
    • Apakah harga dari faktor-faktor produksi benar-benar sudah sesuai dalam mencerminkan secara relatif kelangkaannya didalam suatu ekonomi ?
    Argumen-argumen yang mendukung digunakannya Teknologi Tepat (Appropriate Technology) di dalam pembangunan negara-negara berkembang :
    Teknologi Modern yang mutakhir dikembangkan untuk memenuhi tuntutan dan negara-negara yang maju industrinya. Negara-negara tersebut mempunyai pasar yang besar akibat daya belinya kuat. Kondisi dinegara maju adalah berlimpah dalam modal, entrepreneur dan keterampilan managemen, sedangkan tenaga kerja sangat langka. Modal yang tersedia di dalam suatu negara yang berkembang tidak dapat membeli teknologi modern yang cukup untuk mempekerjakan semua tenaga kerjanya dalam sektor-sektor industri yang cukup luas.
    • Sebaliknya di negara berkembang, tenaga kerja yang tidak trampil merupakan hal yang melimpah. Sumber ini sewaktu-sewaktu dapat dikerahkan kedalam usaha produksi dan suatu teknologi yang tepat akan memanfaatkan sumber kekayaan SDM ini dcngan lebih banyak dalam setiap satuan INPUT produksinya.
    • Setiap tahapan pertumbuhan mempunyai alternatif teknologinya yang terbaik. Oleh karena itu negara-negara yang berkembang jangan secara drastis dan tiba-tiba melepaskan diri dari tradisinya, sebaliknya negara-negara ini, mengembangkan dan menciptakan hubungan-hubungan dengan teknik-teknik, ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan-pengetahuan tradisionalnya. sektor-sektor Tradisional yang telah dikembangkan ini erat hubungannya dengan pertanian dan industri-industri penunjang, lagi pula bersifat meningkatkan permintaan akan "consumer's good" yang tradisional.
    • Oleh karena pada dasarnya investasi dapat dipecah-pecah, maka teknik-teknik yang lebih tepat dapat dengan lebih mudah. diintrodusir keunit-unit yang aktifitas ekonorninya tradisional dan kecil. Penyebaran modal kecil-kecilan serupa ini serasi dengan ukuran-ukuran organisasi dan kemampuan manajemen dan entrepreneur yang sudah ada.
    • Penerapan dari Teknologi Modern sering tidak memperhitungkan sumber-sumber bahan baku yang tersedia dinegara berkembang, karena teknologi-teknologi tersebut dikembangkan untuk alam lingkungan negara maju yang berbeda. Proses-proses dan konstruksi-konstruksi dari teknologi modern dapat tidak tepat sama sekali bagi iklim dan geografi dari negara-negara berkembang.
    • Teknologi-teknologi yang memanfaatkan sumber-sumber kekayaan suatu negara berkembang dengan lebih baik, pada kenyataaannya menghasilkan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih besar disamping juga mengakibatkan terdapatnya suatu distribusi pendapatan yang lebih imbang.
    Jadi suatu Strategi Pembangunan yang komprehensif haruslah memanfaatkan, baik teknologi yang padat modal (teknologi tinggi), maupun yang padat tenaga kerja.
    Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam mengelola tenaga kerja agar mereka berusaha keras menyesuaikan diri dan meningkatkan semangat kerja sesuai dengan program organisasi adalah

    • Adanya rasa kepastian akan kelanjutan mereka bekerja tanpa adanya pemecatan atau pemindahan yang tidak dimengerti oleh yang bersangkutan.
    • Pimpinan yang bersedia membuka diri, mempertimbangkan saran-saran bawahan, sudi melihat masalah dari sudut bawahan sebagai bahan pertimbangan sebelum mengambil keputusan.
    • Fasilitas kerja yang layak yang memungkinkan terlaksannya pekerjaan dalam batas minimal bagi jabatan tertentu.
    • Kemungkinan untuk maju, kesempatan menambah pengetahuan-pengalaman, mengikuti program-program training, upgrading dan sebagainya.
    • Penempatan jenis pekerjaan yang cocok dengan minat, bakat, pengalaman, pendidikan, dan cita-cita masa depan.
    • Adanya teman sepekerjaan yang sefaham, bisa diajak bicara dan bekerjasama, hubungan baik, dan saling mengerti
    • Adanya peraturan-peraturan kepegawaian yang adil, dipatuhi semua pejabat secara konsekwen, tak selalu berubah dalam waktu yang singkat, jelas dan praktis.
    • Adanya kondisi kerja yang layak bagi kesehatan karyawan, penerangan lampu, ventilasi, suhu dan kebersihan.
    Teknologi dan Pendidikan
    Dalam abad informasi ini, berbicara apa saja, apalagi bidang pendidikan hampir tidak bermakna, tanpa dikaitkan dengan "perubahan" (change) dan "persaingan" (competition). Baik perubahan maupun persaingan, langsung atau tidak ditentukan oleh manusia. Sedangkan bobot sang manusia tadi "nilai tambahnya" ditentukan oleh proses pendidikan. Jadi ketiganya (perubahan, persaingan dan pendidikan) dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Dimana pendidikanpun, tidak saja mengalami perubahan tetapi sekaligus menjadi medium untuk memenangkan perlombaan alias persaingan serta menjadikan orang mampu untuk menghadapi perubahan.
    Salah satu segi yang menonjol dari perubahan tadi adalah Perkembangan IPTEK termasuk Teknotogi Komunikasi serta kaitannya dengan Teknolo Informasi (Komputer) yang hyper peka terhadap Inovasi. Yang pada gilirannya turut melahirkan lagi perubahan demi perubahan berikutnya. Kesan dan pesan yang dibawa oleh informasi tadi bergerak serentak menjagad dan terus menerus, membuat bumi kita semakin mengecil dan menyatu, tak ubahnya seperti kapal angkasa yang bemama "BUMI", dengan beratus Kabin, baik diburitan maupun dihaluan. Satu diantaranya kabin bernama INDONESIA dengan 200 juta penumpang yang berjubel didalamnya. Pertanyaan yang relevan dengan hal ini adalah Bagaimana peran TEKNOLOGI dalam alam perubahan tersebut diatas ?
    Industrialisasi yang demikian sarat dengan teknologi didalamnya akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan terhadap tatanan social kemasyarakatan yang ada. Industrialisasi juga banyak diharapkan akan menyerap tenaga kerja. Masalah pokok yang dihadapi disini justru kualitas sumber daya manusia yang ada dianggap terlalu rendah, yang ditunjukkan dengan rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja Indonesia.

    Kurangnya tenaga kerja yang berkualitas dan berketrampilan tinggi akan bisa menghambat laju pertumbuhan industri yang terus meningkat pesat.
    Proril tenaga kerja Indonesia kita pada saat ini (Pada awal Pembangunan Jangka Panjang Kedua) seharusnya:
    5 %    Berpendidikan Tinggi
    32 % Berpendidikan Menengah
    52 % Berpendidikan Dasar
    11% Tidak berpendidikan

    Kenyataannya sampai saat ini, profil tenaga kerja Indonesia, masih
    2 % Berpendidikan Tinggi
    11 % Berpendidikan Menengah
    34 % Berpendidikan Dasar
    53 % Tidak Berpendidikan Artinya kita masih belum memenuhi syarat yang dibutuhkan untuk masuk era industrialisasi untuk lepas

    Kemajuan Teknologi pada negara-negara industri 40 % sampai dengan 50 % disebabkan oleh penggunaan teknologi Jepang 65 % disebabkan oleh penggunaan teknologi.
    Pandangan bahwa Teknologi yang lebih tinggi akan menyebabkan penurunan kesempatan kerja, adalah pandangan yang tidak tepat karena persepsinya adalah jangka pendek; malahan yang terjadi adalah sebaliknya kalau kita menurunkan tingkat teknologi berarti akan menurunkan pula daya saing, dan dengan turunnya daya saing berarti pangsa pasar akan mengecil, dan dengan demikian surutlah kesempatan kerja, dan jelas ini merupakan proses mundur.
    Didalam mengantisipasi tantangan abad XXI yan diramalkan akan sangat sarat dengan IPTEK, maka strategi yang harus diambil adalah sejauh mana pendidikan mampu menjadi wadah untuk mempersiapan peserta didik memasuki abad teknologi tersebut. Kenyataan yang dihadapi pendidikan (kurikulum, laboratorium, kualitas pengajar, dan lain-lain) seringkali tampak sering tertinggal didalam menghadapi kemajuan IPTEK yang begitu cepatnya. Industri dan lapangan pekerjaan lainnya seringkali justru tampak jauh lebih cepat mengaplikasikan kemajuan teknologi yang ada, sedangkan pendidikan karena birokrasi kelembagaan yang di hadapi tampak tidak begitu saja bisa cepat menyesuaikan dirinya. Akibatnya, lembaga pendidikan yang seharusnya bias memasok kebutuhan tenaga kerja dalam jumlah, mutu dan kesesuaian dengan lapangan kerja yang ada seringkali tidaklah bisa memenuhinya. Kondisi inilah yang kemudian sering dikeluhkan oleh masyarakat industri dengan istilah "tidak siap pakai".
    Haruslah disadari bahwa IPTEK adalah sesuatu yang akan terus berkembang. Teknologi sendiri yang sekarang diaplikasikan dalam berbagai macam sektor industri, mungkin dalam waktu 3 sampai 5 tahun lagi sudah akan dianggap usang dan tidak terpakai lagi. Kecenderungan yang ada sekarang adalah perkembangan teknologi tampak sedemikian pesat, tetapi disisi lain daur hidupnyapun jadi lebih pendek. Oleh karena sifat teknologi yang dernikian itu , maka sebaiknya dalam pendidikan kepada peserta didik diajarkan dan diupayakan untuk lebih menguasai ilmu-ilmu dasar (science) dan ilmu-ilmu terapan (engineering) yang melandasi perkembangan teknologi tersebut.
    Didalam menghadapi perkembangan dan kemajuan teknologi maka ada beberapa hal yang perlu ditanamkan kepada para peserta didik, yaitu kesadaran, disiplin dan kepekaan mereka terhadap kualitas, waktu dan biava. Ketiga hal ini merupakan jiwa dan semangat (spirit) yang melandasi lndustri didalam melaksanakan kegiatan operasionalnya.
    Bilamana pendidikan dianggap sebagai tempat untuk mempersiapkan pescrta didik didalam mengisi lapangan kerja di Industri maka tak pelak lagi penanaman nitai-nilai (kualitas, waktu dan biaya) yang pada saatnya nanti justru akan menentukan kelangsungan hidup industri haruslah bisa diberikan sedini mungkin. Industri juga menuntut satu etos kerja yang harus dipenuhi oleh setiap tenaga kerja yang ada dan kesadaran untuk bekerja sama dalam sebuah tim
    Proses industrialisasi keberhasilannya akan dilihat tidak saja dari pertumbuhan ekonomi, melainkan juga seberapa jauh industrialisasi tersebut akan mampu mengatasi problem ketenaga-kerjaan. Dengan industrialisasi, maka akan dipertanyakan seberapa efektif pembangunan di sektor indlistri ini mampu menyerap tenaga kerja dan seberapa efektif pula kesempatan kerja yang telah tercipta tersebut akan berhasil dipakai sebagai ukuran pemerataan pendapatan.


    Penidikan Ditengah Perubahan
    Semakin dirasakan bahwa tidak ada yang langgeng, kecuali perubahan itu sendiri. Seperti diungkapkan oleh Leon Martel yang bersama Herman Kahn dan William Brown dalam buku "The Next 2000 Years" menyatakan adanya perubahan struktural pada berbagai bidang kehidupan, yaitu antara lain bidang Informasi, Komunikasi, Industrialisasi, Penduduk, Pekerjaan, Sikap dan Pendidikan. Dengan berakhimya perang dingin Timur dan Barat, maka perlombaan senjata bergeser kearah perlombaan ekonomi.
    Pada bidang ekonomi ternyata Jepang mengungguli Amerika Serikat dan negara maju lainnnya. Negara maju terutama Amerika Serikat penasaran, mencari sebab musabab keunggulan ekonomi Jepang tadi. Dan semua mereka sepakat bahwa biang keladi kemajuan ekonomi Jepang terletak pada Sistem Pendidikannya yang unggul. Bahwa anak SD umur 12 tahun di Jepang prestasi akademiknya di bidang matematika dan sains lebih unggul dari kawan sebaya mereka di barat, Misalnya anak Jepang usia 12 tahun sama dengan kemampuan anak Barat termasuk Amerika Serikat berusia 15 tahun.
    Kerisauan mengenai ketertinggalan mutu pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah ini tampak dalam laporan Komisi Pembaharuan Pendidikan (amerika Serikat) pada tahun 1983 dengan judul "A Nation at Risk." (Sebuah Bangsa dalam Bahaya - Leon Martel).

    Dapat kita bayangkan, Amerika yang Perguruan Tingginya terkenal "excellent" menyadari pendidikan dasar dan menengahnya kalah dibandingkan dengan Jepang. Dan hal demikian dianggap ancaman bagi eksistensi negaranya. Untuk mengejar ketertinggalan ini semua negara maju termasuk Amerika Serikat berlomba merombak pendidikan mereka. Dengan keyakinan bahwa perlombaan bahwa tidak lagi dibengkel dan laboratorium tetapi dalam ruang kelas. Dalam waktu singkat kita menyaksikan bahwa obyek perlombaan telah bergeser dan bcrubah yaitu dari "perlombaan senjata" ke "perlombaan ekonomi" yang akhirnya bermuara pada perlombaan bidang pendldikan.
    Dunia Pendidikan mengalami perubahan structural. "Leon Martel" memperinci perubahan tadi sebagai berikut
    Pertama : Literasi tradisional sebentar lagi hampir universal. Perang terhadap buta huruf (iliterasi) dimana-mana menunjukkan hasil yang memuaskan, Misalnya sejak tahun 1980-an lebill dafi 50 % pemuda usia sekolah 6 - 23 tahun di dunia telah mengenyam pendidikan. Tidak mustahil titik balik ini akan membawa kecerahan bagi ununat manusia.
    Kedua : Literasi baru (Komputer) sama pentingnya dengan literasi tradisional. Pelbagai negara berlomba-lomba memasukkan komputer dalam kurikulum pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Malah di Singapura, bukan saja pada lingkungan sekolah, tetapi juga pada lingkungan kerja maupun komunitas. Sehingga pada tahun 1990, semua kebutuhan tenaga komputer profesional, sudah dipenuhi sendiri. Hal yang sama diikuti oleh semua negara ASEAN kecuali kita.
    Ketiga : Menyiapkan peserta didik untuk masa depan karenanya isi (content) pendidikan berubah. Diantaranya yang menonjol adalah sebagai berikut
    Keahlian menjadi jantung (core subject) ialah matematika dan sains (IPTEK).Subjek ini tidak. saja menjadi dasar teknologi informasi, tetapi juga menjadi prasyarat untuk semua keahlian, seperti .
    · communications,
    · material sciences,
    · robotics,
    · alternative energy sources,
    · enviromental protection,
    · medical electronics,
    · bio science aild bio engineecring.

    Dan subyek-subyek lain yang dibutuhkan antara lain adalah
    · Scientist and and engineers for research and technology.
    · Vocational Training.
    · Education for non specialist.
    · Pengetahuan tentang bangsa lain, baik prestasi manusia maupun bahasanya.
    · Humanities, demi inemelihara mutu kreativitas dalam menghadapi perubahan.
    Juga mengingatkan bahwa dalam akselerasi perubahan yang konstan adalah "human nature" dan "natural world"

    Keempat : Kapan dan dimana kita dididik telah mengalami perubahan. Yang dididik bukan saja sebatas usia 6 - 23 tahun, pendeknya sekarang untuk segala usia. Lokasinya tidak saja di sekolah atau kampus, tetapi meluber ke berbagai lingkungan kerja dan perusahaan yang menawarkan berbagai program sesuai dengan kebutuhan. Pendeknya pendidikan untuk semua.Siapa saja dapat belajar apa saja, kapan saja dan dimana saja secepat kemampuan masing-masing.
    Jadi setiap lingkungan kehidupan menjadi lingkungan belajar. Tak ada waktu tanpa belajar. Hidup sebagai "Universitas Kehidupan" semakin menjadi kenyataan.


    Situasi Pendidian Lingkungan
    Implikasi perubahan diatas menunjukkan bahwa semakin banyak manusia yang melek huruf, maka semakin terbuka peluang untuk menjadi anggota yang secara penuh berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat harl ini. Sedangkan penguasaan literasi baru (Komputer) memampukan manusia untuk secara penuh berpartisipasi sebagai warga hari esok. Disamping itu kebutuhan akan reorientasi isi (content), pendidikan dari sekadar memelihara warisan masa silam kepada persiapan masa depan. Dan aktifitas tidak saja melibatkan peserta didik manusia muda (6-23 tahun) dalam ruang kelas, tetapi segala umur pada semua jenis lingkungan tempat.
    Dan bagaimana posisi dan kondisi pendidikan di "kabin" Indonesia menghadapi perubahan dan perlombaan tadi, merupakan tantangan bagi pemuda Indonesia. Beranikah mereka menghadapinya ?.
    "Donald P.Macedo" mengkritik dengan tajam sistem pendidikati di negerinya (Amerika Serikat) yang dikatakan melahirkan kaum terpelajar yang sudah termanipulasi dan sudah terindoktrinasi sehingga tidak mampu secara kritis membaca realita dan lantas menjadi munafik. Mereka juga semakin terikat kepada kepentingan pribadi dan pada sistem yang memberikan "special privileges". Dalam banyak kasus individu-individu tadi mulai mempercayai kebohongan, dan dalam melaksanakan peranan sebagai pejabat, merekapun mempropagandakan kebohongan. Ia mengambil contoh "Perang VIETNAM" yang didukung oleh mayoritas warga terdidik, nyatanya, menurut Gallup Poll (1982) mengungkapkan diatas 70 % rakyat biasa tetap mengatakan perang Vietnam "fundamentally wrong and immoral" (secara fundamental salah dan tidak bermoral dan bukan suatu kekeliruan).
    Selanjutnya Donaldo P.Macedo mengecam bahwa bukan pendidikan demokratis yang dipunyai oleh Amerika seperti yang mereka klaim, tetapi sesungguhnya model pendidikan kolonial yang canggih yang direkayasa untuk melatih pegawai negeri. Jadi bukan sistem yang menggalakkan pemikiran bebas dan kritikal tetapi model literasi zaman kolonial yang dirancang untuk menjinakkan agar menghasilkan persetujuan (manufacture of consent). Yang lebih gawat lagi inenurut Macedo sistem yang ada tidak berbeda dengan fasis Hitler yang menentang fikiran bcbas dan kritikal.
    Dan Macedo menutup tulisannya yang provokatif itu dengan mengutip kata-kata Hitler "What good fortune for those in Power that people do not think". Dari tulisan Macedo, moral yang kita tarik ialah keberanian untuk mempertanyakan hal-hal yang selama ini dianggap telah mapan (established) di negerinya (Amerika Serikat). Bukankah pendidikan Amerika selama itu, apalagi pendidikan tingginya terkenal unggul, melahirkan pemikiran demokratis, bebas dan kritikal. Dan Macedo mengecam sistem pendidikan tadi sebagai "literasi untuk pembodohan, mendidik kebohongan-kebohongan besar" (Literacy for Stupidification, the Pedagogy of Big Lies) seperti yang dipublikasikan pada Jumal "Harvard Education Review - 1993.
    Dan timbul pertanyaan kita, bagaimana komentar Macedo mengenai Sistem Pendidikan Indonesia ? Apakah sistem pendidikan kita lebih baik atau lebih jelek atau sama saja dengan, Amerika Serikat ? Akan tetapi hal ini tidaklah menjadi soal, yang terpenting buat kita apakah kita masih mempunyai keperdulian, "inquiry kind", kepetualangan dan tentu saja keberanian untuk mempertanyakan apa yang kita miliki. Untuk maksud itulah pintu sekolah dibuka dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.

    Referensi :
    1. ITS, "Strategi Pendidikan dan kaitannya dengan Pertumbuhan Tenag Kerja dan Pembangunan Idnustri pada dengar Pendapat dengan Kmisi IX DPR RI",4 Juni 1993, Jakarta
    2. Ditjen Dikti Depdikbud, "Perkembangan Pembinaan Pendidikan tinggi dalam Pelita V dan Rancangan Pembinaan pada REOELITA VI", Rakernas depdikbud 1993, 3-5 Agustus 1993
    3. B.J. Habibie, Prof .Dr. Ing, Menristek RI, Seminar "Trend Teknologi abad 21", 26 Agustus 1993, BPPT, Jakarta
    4. Wardiman Djojonegoro, Prof, Dr, Ing, "Arah dan sarana PJPT II sepuluh tahun pertama Bidang Pendidikan / Pendidikan Tinggi, Seminar Nasional Kebijakan dan Strategi Pengembangan Perguruan tingi di Idonesia", 30-31 agustus 1993, Sawangan Bogor.
    5. John naisbitt, "The Global Paradox", John Naisbitt, 1994
    6. Syariffuddin, Mahmudsyah : "Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Pengembangan Kebudayaan Nasional",Surabaya, 1 Oktober 1994
    7. Syariffuddin, Mahmudsyah : "Peranan Lembaga Pendidikan Tinggi Teknik elektro dalam Menunjang Industri Pariwisata" ; Denpasar - Natour bali Hotel, 29 Oktober 1994

    0 komentar

  • Copyright © 2013 - Unbreakable Machine Doll - Ilmu Bermanfaat - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan