• Posted by : sahdarullah Sabtu, 05 September 2015


    Oleh: Muhammad Baiquni Syihab

    A. Ketentuan Perusahaan Islam
    Perusahaan atau yang biasa disebut sebagai perseroan adalah sebuah bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam bidang usaha bisnis dengan tujuan profit (keuntungan).
    Dan bisnis dengan tujuan profit adalah keniscayaan didalam kehidupan ini, sebab dengan cara itulah manusia mampu mengembangkan hartanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.


    Namun demikian bagi seorang muslim, cara untuk mengembangkan harta dimana kerjasama
    bisnis merupakan salah satunya, tidak boleh dilakukan tanpa ada aturan yang baik dan benar. Bagi
    seorang muslim aturan yang baik tersebut haruslah berdasarkan tuntunan sang Khaliq. Sebab hanya
    Allah Swt yang memahami apa yang baik untuk manusia walaupun dalam pandangan akal manusia
    aturan tersebut terlihat tidak baik. Sebab kadangkala didalam ilmu dan aturan Islam ada hal‐hal yang
    dianggap tidak rasional oleh manusia yang hidup pada beberapa abad lalu, namun menjadi rasional
    dan logis oleh manusia abad 21 ini. Hal semacam ini menunjukkan kelemahan akal manusia dalam
    memahami mana perkara‐perkara yang baik bagi manusia dan mana perkara‐perkara yang buruk
    bagi manusia. Sebagai contoh kecil adalah solat dan puasa, yang merupakan aktivitas tertentu yang
    tidak mampu difahami apa baik dan manfaatnya bagi manusia yang hidup diawal munculnya Islam,
    namun oleh manusia abad 21 hal semacam itu dapat difahami karena kemajuan teknologi.
    Demikian juga dalam kerjasama bisnis, agar mendapat manfaat baik dan berkah seharusnya
    mengikuti aturan dari sang Khaliq. Adapun aturan fiqih menetapkan bahwa bagi seorang muslim bila
    hendak melakukan kerjasama bisnis dengan orang lain, baik orang lain tersebut muslim maupun non
    muslim hendaknya memenuhi rukun dan syarat dalam Islam, yaitu:
    1. Aqidain (dua pihak yang berakad)
    Dalam hal kerjasama bisnis aqidain tersebut adalah pengelola (mudharib) dan pemodal
    (shahibul maal). Adapun syarat bagi keduanya adalah:
    a. Baligh (dewasa) atau setidaknya telah mumayyiz (mampu membedakan)
    b. Merdeka atau orang tersebut tidak berstatus budak milik seseorang
    c. Berakal atau orang tersebut tidak dalam kondisi hilang akal seperti gila atau mabuk

    d. Pelaku tidak dalam keadaan dipaksa atau tekanan

    2. Ma’qud ‘alaih (Objek Bisnis)
    Dalam hal kerjasama bisnis, objek bisnis harus memenuhi syarat bahwa bisnis yang
    dijalankan bukan bisnis yang haram seperti bisnis rumah bordil dan bisnis‐bisnis haram
    lainnya.

    3. Shighat atau Ijab Qabul
    Bahwa antara pemodal dan pengelola harus telah bersepakat baik dalam bentuk ucapan
    langsung maupun tulisan. Mereka bersepakat dalam masalah nisbah bagi hasil usaha dan
    hal‐hal teknis lainnya
    Bila dua pihak (dua orang atau lebih) tersebut telah memenuhi rukun dan syarat diatas
    sebelum menjalankan bisnisnya bersama‐sama. Maka kerjasama bisnis dalam Islam pada dasarnya
    telah mereka penuhi, sehingga otomatis mereka telah membangun sebuah perusahaan (perseroan
    Islam) dengan bentuk yang mereka sepakati diawal.
    Adapun bentuk‐bentuk perusahaan (kerjasama) yang diakui dalam Islam setidak terdiri dari 5
    buah bentuk:
    1. Perseroan Mudharabah
    2. Perseroan Inan
    3. Perseroan Abdan
    4. Perseroan Wujuh
    5. Perseroan Mufawadhah
    Adapun penjelasannya masing‐masing sebagai berikut:

    B. Bentuk‐Bentuk Perusahaan Islam
    1. Perseroan Mudharabah
    Mudharabah bagi pemerhati ekonomi Islam tentu tidak asing lagi. Yaitu sebuah bentuk
    kerjasama (syirkah) antara dua pihak dimana salah satu pihak berstatus sebagai pengelola
    (mudharib) dan yang lainnya berstatus sebagai pemodal (shahibul maal) dimana mereka bersepakat
    dalam hal bisnis dan pembagian keuntungan, sedangkan kerugian hanya dibebankan pada pemilik
    modal saja dan tidak pada pengelola. Apabila kita gambarkan dengan skema adalah sebagai berikut:
    Gambar 1.




    Mudharabah bentuk 1
    Namun demikian bagi pemerhati ekonomi Islam terutama mahasiswa ekonomi Islam akan
    bertemu dengan kebingungan tatkala dihadapkan pada konsep Musyarokah, sebab konsep
    musyarokah ditemukan dalam perbankan syariah, namun tidak didapati dalam bentuk‐bentuk
    kerjasama bisnis dalam Islam menurut Fiqih sebagaimana telah disebutkan pada pembahasan
    sebelum ini.

    Kebingungan tersebut diawali karena tidak difahaminya secara mendalam apa itu
    mudharabah dan apa itu musyarokah dengan segala bentuk dan ketentuannya. Bahwa mudharabah
    adalah sebagaimana penelasan diatas. Bahwa pada dasarnya Istilah mudharabah kebanyakan
    digunakan oleh masyarakat Persi (Irak), sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah qiradh.
    Dengan demikian, mudharabah dan qiradh adalah dua istilah untuk maksud yang sama. Dan menurut
    bahasa, qiradh diambil dari kata alqardhu yang berarti potongan, sebab pemilik memberikan
    potongan dari hartanya untuk diberikan kepada pengusaha agar mengusahakan harta tersebut, dan
    pengusaha akan memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Dengan kata lain, mudharabah
    adalah meleburnya badan (tenaga) di satu pihak, dengan harta dari pihak lain. Sehingga yang satu
    bekerja, sedangkan yang lain harta, kemudian kedua belah pihak sepakat mengenai prosentase
    tertentu dari hasil keuntungan yang diperoleh, semisal 33,3% dari laba atau 50% dari hasil
    keuntungan.


    Sehingga syaikh Taqyuddin an‐Nabhani dalam bukunya Nizhomul Iqtishod fil Islam
    menjelaskan bahwa perseroan mudharabah dapat pula berbentuk sebagaimana gambar berikut:
    Gambar 2
    Mudharabah bentuk 2
    Bentuk mudharabah sebagaimana gambar diatas menjelaskan bahwa disebut mudharabah
    juga apabila terdapat 3 orang (atau lebih) yang berakad dimana 2 orang (atau lebih) bertatus sebagai
    pemodal saja dengan masing‐masing modalnya dan 1 orang lainnya (atau lebih) sebagai pengelola
    saja. Dimana pembagihasilan keuntungan berdasarkan kesepakatan dan kerugian yang hanya
    ditanggung oleh pemodal saja.
    Mudharabah dengan bentuk lainnya adalah sebagaimana gambar berikut:
    Gambar 3
    Mudharabah bentuk 3
    Bentuk mudharabah sebagaimana gambar diatas juga menjelaskan bahwa disebut
    mudharabah apabila 2 orang (atau lebih) yang berakad dimana 1 orang (atau lebih) bertatus sebagai
    pemodal dan satu orang lainnya bertatus sebagai pengelola dan pemodal sekaligus.
    Ilustrasinya untuk mudharabah ini sebagai berikut:
    Terdiri dari 2 orang yaitu A dan B membentuk kerjasama bisnis (syirkah) mudharabah,
    dimana A menyertakan modalnya sebesar Rp.1.000.000 dan B menyertakan modalnya sebesar Rp.
    2.000.000. dan yang bertindak sebagai pengelola (yang menjalankan bisnis) adalah A. mereka
    bersepakat bagi hasil antara pengelola dan pemodal 60% : 40%. Bila keuntungan yang dihasilkan dari
    usaha bisnis mereka Rp.1000.000 maka bagian masing keduanya adalah:
    Laba bersih: Rp. 1000.000
    Total modal : 1 Juta + 2 Juta = 3.000.000
    60% untuk pengelola : Rp.600.000
    40% untuk pemodal : Rp.400.000
    Maka bagian untuk A sebagai pengelola adalah Rp.600.000
    Dan bagian untuk A sebagai pemodal adalah Rp.400.000 x 1 juta/3 juta = Rp.133.333
    Maka total bagian untuk A sebagai pengelola dan pemodal adalah
    Rp.600.000 + Rp.133.333 = Rp.733.333
    Sedangkan bagian untuk B adalah:
    2 juta/3 juta x 400.000 = Rp.266.666
    B hanya mendapat bagian sebesar Rp.266.666 dari total keuntungan bersih Rp.1000.000 sebab B
    hanya bertindak sebagai pemodal saja. Sedangkan A bertindak selain sebagai pemodal, ia juga
    bertindak sebagai pengelola. Sehingga ia mendapat 2 bagian.


    sebenarnya sama saja dengan mudharabah, dan tidak ada bedanya. Hanya saja musyarokah adalah
    mudharabah dari bentuk yang terakhir, atau bentuk gambar 3 diatas.
    Sebab musyarokah berasal dari kata syirkah yang berarti kerjasama bisnis. Jadi pada
    dasarnya semua bentuk perseroan dalam Islam dapat disebut sebagai musyarokah. Namun dalam
    dunia perbankan syariah, untuk membedakan antara bentuk mudharabah satu dengan bentuk
    mudharabah lainnya menggunakan kata mudharabah dan musyarokah. Apa penyebabnya bisa jadi
    bermacam‐macam alasan, bisa jadi sebagai upaya untuk memudahkan masyarakat membedakan
    jenis‐jenis pembiyaan syariah yang bersifat uncertainty contract, atau bisa jadi dunia perbankan
    syariah kurang memahami bahwa mudharabah memiliki bentuk lebih dari satu macam.

    2. Perseroan Inan
    Perusahaan (syirkah) Inan adalah bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dimana
    masing‐masing pihak berstatus sebagai pengelola sekaligus pemodal. Disebut sebagai inan karena
    kedua belah pihak sama‐sama terlibat mengelola harta mereka, sebagaimana dua penunggang kuda
    yang sama‐sama mengendalikan kuda mereka dan sama‐sama menariknya sehingga kedua tali
    kekang mereka serasi.
    Gambar 4
    Perseroan Inan
    Ilustrasinya untuk perseroan Inan ini sebagai berikut:
    Terdiri dari 2 orang yaitu A dan B membentuk kerjasama bisnis (syirkah) Inan, dimana A
    menyertakan modalnya sebesar Rp.1.000.000 dan B menyertakan modalnya sebesar Rp. 2.000.000.
    dan yang bertindak sebagai pengelola (yang menjalankan bisnis) adalah mereka berdua secara
    bersama‐sama (A dan B). mereka bersepakat bagi hasil antara pengelola dan pemodal 60% : 40%.
    Bila keuntungan bersih yang dihasilkan dari usaha bisnis mereka Rp.1000.000 maka bagian masing
    keduanya adalah:
    Laba bersih: Rp. 1000.000
    Total modal : 1 Juta + 2 Juta = Rp.3.000.000
    60% untuk pengelola : Rp.600.000
    40% untuk pemodal : Rp.400.000
    Bagian untuk A:
    Bagian untuk A sebagai pengelola adalah ½ x Rp.600.000 = Rp.300.000
    Bagian untuk A sebagai pemodal adalah Rp.400.000 x 1 juta/3 juta = Rp.133.333
    Maka total bagian untuk A sebagai pengelola dan pemodal adalah
    Rp.300.000 + Rp.133.333 = Rp.433.333
    Bagian untuk B:
    Bagian untuk B sebagai pengelola adalah ½ x Rp.600.000 = Rp.300.000
    Bagian untuk B sebagai pemodal adalah Rp.400.000 x 2 juta/3 juta = Rp.266.666
    Maka total bagian B sebagai pengelola dan pemodal adalah
    Rp.300.000 + 266.666 = Rp. 566.666
    Jadi pada intinya perbedaan antara perseroan mudharabah dengan perseroan Inan adalah,
    bahwa didalam perseroan Inan setiap perseronya adalah investor sekaligus pengelola (baik direktur
    maupun manajer). Tentu saja didalam perseroan mudharabah tidak demikian, sebab dalam
    perseroan mudharabah terdapat didalamnya salah pihak saja yang bertindak investor saja atau
    pengelola saja.

    3. Perseroan Abdan
    Bentuk perusahaan Abdan adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dimana masing masing pihak berstatus sebagai pengelola, namun masing‐masing pihak juga tidak menyertakan
    modal mereka secara materil. Sebab tenaga pengelolaan masing‐masing pihak sudah dianggap
    sebagai modal dalam usaha, sebab baik tenaga dan keahlian dianggap memiliki sifat sebagaimana
    modal materi yang bisa darinya diperoleh penghasilan bila dikelola.
    Gambar 5
    Perseroan Abdan
    Ilustrasinya untuk perseroan Inan ini sebagai berikut:
    Terdiri dari 2 orang yaitu A dan B membentuk kerjasama bisnis (syirkah) Abdan, dimana A
    merupakan seorang dokter dan B adalah seorang apoteker. Mereka bersepakat bisnis dalam masalah
    pengobatan, yang keuntungannya dibagihasilkan 60% untuk dokter dan 40% untuk apoteker. Bila
    keuntungan hasilnya sebesar Rp.1.000.000 maka bagian masing‐masing adalah:
    Bagian A : 60% x Rp.1.000.000 = Rp.600.000
    Bagian B : 40% x Rp.1.000.000 = Rp.400.000

    4. Perseroan Wujuh
    Perbedaan bentuk perusahaan wujuh dengan yang lainnya adalah bahwa perusahaan wujuh
    dibentuk karena adanya kedudukan, nama baik dan kepercayaan masyarakat terhadap masingmasing
    pelaku bisnis tersebut. Syirkah wujuh sebenarnya menekankan kepercayaan berdasarkan
    kredibilitas, bukan berdasarkan kedudukan dan jabatan materil.
    Atau dalam bentuk berikut;
    Yaitu dua orang yang membeli secara tangguh atas barang, dengan ketentuan hak atas
    kepemilikan terhadap barang yang dibeli seperti fifty‑fifty atau satu banding dua dan atau
    seterusnya. Kemudian barang tersebut dijual secara tunai sehingga menghasilkan laba. Maka
    laba yang dibagi diantara mereka berdasarkan porsi hak kepemilikan atas barang tersebut.

    5. Perseroan Mufawadhah
    Perusahaan mufawadhah adalah kerjasama 2 mitra bisnis sebagai gabungan dari semua bentukbentuk
    perusahaan (syirkah) Islam, yaitu gabungan antara mudharabah, inan, abdan dan wujuh.

    Ilustrasinya untuk perseroan Mufawadhah ini sebagai berikut:
    6 orang melakukan perserikatan bisnis dengan jenis Perseroan Mufawadhah. Dengan akad pengelola
    60% dan pemodal 40% Dengan ketentuan sebagai berikut:
    5 orang memiliki modal dengan masing‐masing:
    Orang pertama = 1000.000
    Orang kedua = 1500.000
    Orang ketiga = 1000.000
    Orang keempat = 1700.000
    Orang kelima = 1000.000
    Bekerja sama dengan 3 orang sebagai pengelola
    Orang kedua = direktur utama : 50%
    Orang ketiga = manajer A : 30%
    Orang keenam = manajer B : 20%
    Keuntungan = 10.000.000
    Maka perolehan masing‐masing orang dalam perseroan tersebut adalah:
    Pemodal
    Orang pertama 1000.000/6200.000 x 4000.000 = 645.161,288
    Orang kedua 1500.000/6200.000 x 4000.000 = 967.741,932
    Orang ketiga 1000.000/6200.000 x 4000.000 = 645.161,288
    Orang keempat 1700.000/6200.000 x 4000.000 = 1.096.744,192
    Orang kelima 1000.000/6200.000 x 4000.000 = 645.161,288
    Pengelola
    Orang kedua 50/100 x 6000.000 = 3.000.000
    Orang ketiga 30/100 x 6000.000 = 1800.000
    Orang keenam 20/100 x 6000.000 = 1200.000
    Bagian masing‐masing Orang
    Orang pertama Rp. 645.161,288
    Orang kedua Rp. 3.967.741,932
    Orang ketiga Rp. 2.445161,288
    Orang keempat Rp. 1.096.744,192
    Orang kelima Rp. 645.161,288
    Orang keenam Rp. 1.200.000,000




    0 komentar

  • Copyright © 2013 - Unbreakable Machine Doll - Ilmu Bermanfaat - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan