Posted by : sahdarullah
Rabu, 16 September 2015
1. Korupsi
Korupsi
adalah penggunaan kekuasaan Negara untuk memperoleh penghasilan, keuntungan
atau prestise perorangan, atau untuk member keuntungan bagi sekelompok orang
atau suatu kelas social dengan cara yang bertentangan dengan undang-undang atau
dengan norma akhlak yang tinggi. Mengingat kembali, bahwa mereka dapat dituntut
berdasarkan UU No.3 tahun 1971, yaitu UU tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi.
Semua
tindsk penyelewengan dan tindak korupsi yang dilakukan oleh aparat pelayan dan
pengabdi rakyat, oleh pejabat/pegawai negeri adalh merupakan penyalahgunaan
jabatan dalm berbagai macam ragam dan caranya, entah itu di bidang keuangan
atau administasi.(QS. Al-Anfal : 27)
Kita
sadar bahwa perbuatan menyulitkan masyarakat yang punya urusan adalah dilarang.
Yang sering terjadi justru orang-orang khawatir kalau tidak member uang pelicin
urusannya akan di persulit. Belum apa-apa, belum tahu apakah urusannya ditolak
atau dikabulkan, mereka sudah berjanji akan member ini dan itu.
Kitab
undang-undang hukum pidana (KUHP) pasal 209 mengatakan bahwa : barangsiapa
memberi hadiah atau perjanjian kepada seorang pegawai negeri berhubung pegawai
negeri untuk itu sudah berbuat atau mengalpakan sesuatu dalam menjalankan
pekerjaannyayang bertentangan dengan kewajibannya, dihukum penjara
selama-lamanya 2 tahun 8 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-.
Besarnya denda itu oleh UU No.3/1971 dirubah menjadi Rp 30.000.000,- (tiga
puluh juta rupiah).
Sedangkan
perbuatan menyuap kepada hakim dapat dituntut berdasarkan pasal 210 KUHP dan
hukumannya bias mencapai hukuman penjara seumur hidup atau penjara
selama-lamanya 20 tahun dan atau denda 30 juta rupiah. Mungkin orang berkata,
itu larangan yang tercantum dalam KUHP . jadi orang yang menyuap itu tidak bias
dipersalahkan melakukan korupsi dan tidak bias dituntut berdasarkan UU No.3
Tahun 1971. Sebelum tahun 1971 mungkin itu benar, tapi setelah itu keadaannya
lain. Melakukan penyuapan kepada pegawai negeri dihukum karena tindak pidana
korupsi dapat diketahui dari bunyi pasal 1 UU No.3 Tahun 1971. Dalam pasal 1
ini disebutkan bahwa :
Di hukum
karena tindak pidana korupsi adalah :
1
a.
Barang siapa dengan melawan hukum
melakukan perbuatanmemperkaya diri sendiri atau orang lain………dan seterusnya.
b.
Barang siapa melakukan kejahatan
tercantum dalam pasal-pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420,
423, 425, dan 435 KUHP.
c.
Barang siapa memberi hadiah atau
janji kepada pegawai negeri seperti dimaksud dalam pasal 2 dengan mengingat
sesuatu kekuasaan atau sesuatu kewenangan yang melekat pada jabatannya atau
kedudukannya atau oleh sipemberi hadiah atau janji di anggap melekat pada
jabatan atau kedududkan itu.
d.
Barang siapa tanpa alasan melakukan
percobaan atau pemufakatan untuk melakukan tindak pidana tersebut dalam ayat
(1) a,b,c,d,e pasal ini.
Menurut
undang-undang No.3 tahun 1971, pegawai negeri yang dimaksud cukup luas, tidak
hanya pengertian pegawai negeri dalam pasal 29 KUHP dan tidak pula pengertian
pegawai negeri menurut hukum administrasi seperti di atur dalam UU pokok
kepegawaian, tetapi meliputi juga orang-orang yang menerima gaji atau upah dari
suatu badan/badan hukum yang menerima bantuan dati keuangan modal dan
kelonggaran-kelonggaran dari Negara atau masyarakat dengan dana-dana yang
diperoleh dari masyarakat tersebut untuk kepentingan kemanusiaan social dan
lain-lain.
2. Spekulasi
Salah
satu bentuk spekulasi ialah usaha penimbunan, atau menahan barang/jasa dari
peredarannya untuk tujuan menaikkan harga dan mengacaukan ekonomi. Islam
mengharamkan orang menimbun dan mencegah harta dari peredarannya. Islam
mengancam mereka yang menimbun harta dengan siksa yang sangat pedih kelak
dihari kiamat. Sabda Rasulullah SAW :”barang siapa menimbun bahan makanan
selama empat puluh malam maka sungguh Allah tidak lagi perlu kepadanya”.
(Riwayat Ahmad, Hakim, Ibnu Abi Syaibah dan Bazzar).
Menimbun
harta maksudnya membekukannya, menahnnya dan menjauhkannya dari peredaran,
yakni andilnya ikut menjadi produktif. Penimbunan hartan berbahaya terhadap
perekonomian sebab sekiranya harta itu
tidak disimpan dan tidak ditahan, tentu ia ikut andil dalam usaha-usaha
produktif seperti andilnya dalam merencanakan rencana-rencana produksi. Maka
akan tercipta banyak kesemoatan kerja yang baru, dengan mana dapat
terselesaikan pengangguran atau, sekurang-kurangnya mengurangi pengangguran.
Kesempatan–kesempatan baru bagi pekerjaan ini menyebabkan terjadinya
rantai-rantai hasil produksi yang penting. Sekalipun islam memberikan kebebasan
kepada tiap orang menjual, membeli dan memenuhi keinginan hatinya, tetapi islam
menentang dengan keras sifat ananiyah (egois) yang mendorong sementara orang
akan ketamakan pribadi untuk menumpuk kekayaan atas biaya orang lain dan
memperkaya pribadikendati dari bahan baku yang menjadi kebutuhan masyarakat.
Rasulullah
SAW menegaskan tentang kepribadian dan ananiyah orang yang suka menimbun itu
sebagai berikut :
“sejelek-jelek
manusia yaitu orang ang suka menimbun, jika dia mendengar harga murah, merasa
kecewa. Dan jika mendengar harga naik, merasa gembira”.
Ini
semua bisa terjadi karena seorang pedagang bisa mengambil keuntungan dengan dua
macam jalan yaitu :
a)
Dengan jalan menimbun barang untuk
di jualdengan harga yang tinggi, disaat orang-orang sedang mencari dan tidak
mendapatkannya, kemudian datanglah orang yang sangat membutuhkannya dan dia
sanggup membayar berapa saja yang diminta, kendati sangat tinggi dan lewati
batas.
b) Dengan
cara memperdagangkan suatu barang, kemudian dijualnya dengan keuntungan yang
sedikit. Kemudian ia membawa dagangan lain dalam waktu dekatdan ia peroleh
keuntungan pula.. kemudian dia berdagang lainnya puladan peroleh keuntungan
lagi. Begitulah seterusnya.
Mencari keuntungan dengan jalan
kedua lebih dapat membawa kemaslahatan dan lebih banyak mendapat barokah serta
si pemiliknya sendiri insya Alah akan memperoleh rezki, sebagai mana spirit
yang diberikan oleh Nabi SAW.
3.
Risywah
Termasuk makan harta orang lain
dengan cara bathil ialah menerima risywah, yaitu uang yang diberikan kepada
penguasa atau pegawai, supaya penguasa atau pegawai tersebut menjatuhkan
hukuman yang menguntungkannya, atau hukum yang merugikan lawannyamenurut
kemauannya, atau supaya di dahulukan urusannya atau ditunda karena ada suatu kepentingan dan
seterusnya.
Islam
mengharamkan seorang muslim berbuat risywah (menyuap) penguasa dan pembantunya.
Begitu juga penguasa dan pembantunya ini diharamkan menerima uang suap
tersebut. Dan kepada pihak ketiga diperingatkan jangan sampai mau menjadi
perantara antara pihak penerima dan pemberi.
Firman
Allah :
“dan
jangan kamu makan harta kau diantara kamu dengan bathil dan kamu ajukan perkara
itu kepada penguasa (hakim) dengan maksud supaya kamu makan sebagian dari harta
orang lain dengan dosa padahal kamu mengetahui.”(albaqarah : 188)
Sabda
nabi SAW :
“Allah
melaknat penyuap dan yang menerima suap dalam hukum” (Riwayat AhmadTarmizi dan
Ibnu Hibban)
Macam Risywah dan Sangsinya
Dalam
hadis nabi dikatakan : “barang siapa yang kami pekerjakan pada suatu pekerjaan
kemudian kami beri gaji, maka apa yang di ambilnya selebih dari itu berarti
suatu penipuan,”(Riwayat Abu Dawud)
Menyuap untuk menghilangkan
kezaliman
Barangsiapa
mempunyai hak yang di abaikan, sedang jalan untuk mendapatkan hak tersebut
tidak dapat, kecuali dengan jalan menyuap; atau ada suatu kezaliman yang tidak
dapat di atasi kecuali dengan menyuap, maka sebaiknya bersabar diri, sehingga
Allah memberikan jalan untuk mengatasi kezaliman atau untuk mendapat hak
tersebut.
Kalau
dia melalui jalan menyuap untuk maksud di atas, maka dosanya bagi yang menerima
suap, bukan bagi yang menyuap, selama dia telah mencoba berbagai jalan untuk
mengatasi problema ttersebut tetapi tidak juga berhasil; dan selama usaha
mengatasi kezaliman dan mendapatkan hak itu tidak merugikan orang lain.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar