• Posted by : sahdarullah Sabtu, 05 September 2015



    Sistem ekonomi Islam dapat dikelompokkan ke dalam tiga sektor utama, yaitu
    sektor publik, swasta dan kesejahteraan sosial yang masing-masing memiliki fungsi,
    institusi dan landasan syariahnya. Sektor-sektor ini terdapat dalam berbagai aktifitas
    ekonomi seperti pada praktik aktifitas di pasar modal yang merupakan salah satu
    kegiatan ekonomi yang berkaitan langsung dengan ketiga sektor tersebut.1
    Islam sangat menekankan bahwa kegiatan ekonomi manusia merupakan salah
    satu perwujudan dari pertanggungjawaban manusia sebagai khalifah di bumi agar
    keseimbangan dalam kehidupan dapat terus terjaga. Dalam konteks ajaran Islam,
    ekonomi Islam atau yang juga dikenal dengan ekonomi Syariah merupakan nilai-nilai
    sistem ekonomi yang dibangun berdasarkan ajaran Islam, sebagaimana Muhammad
    bin Abdullah al-Arabi mendefinisikan2: “Ekonomi Islam adalah kumpulan prinsipprinsip
    umum tentang ekonomi yang diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah, dan
    pondasi ekonomi yang dibangun diatas dasar pokok-pokok tersebut dengan
    mempertimbangkan kondisi lingkungan dan waktu”.
    1 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
    2001), hlm. 7.
    2 Abdullah Abd al-Husain al-tariqi, Ekonomi Islam: Prinsip, Dasar dan Tujuan, Terjemahan,
    (Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004), hlm. 14.


    Pengertian ekonomi Islam dari perspektif hukum sangat jarang ditemukan, hal
    tersebut kemungkinan dipengaruhi karena pengembangan kajian ekonomi Islam
    awalnya bukan lahir dari bidang hukum tetapi melalui kajian-kajian ekonomi
    meskipun sama-sama sebagai bagian dari muamalah.
    Secara sosiologis, hukum merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya suatu
    masyarakat manusia. Oleh karena itu, suatu masyarakat tertentu memiliki hukumnya
    sendiri sesuai dengan apa yang dicitrakan oleh kebudayaan suatu masyarakat tertentu
    itu sendiri. Sifat, corak, dan watak suatu masyarakat sangat mempengaruhi bentuk
    hukum sebagai pranata sosialnya. Itulah sebabnya berdasarkan pendekatan sejarah
    dikenal dua visi hukum, yaitu (a) visi idealitas spiritual dan (b) visi materialistis
    sosiologis. “Visi hukum idealitas spiritual pada intinya kelahiran hukum sebagai
    pencitraan ide, seperti keadilan, rasio dan lain-lain yang merupakan gagasan absolut.
    Sedangkan visi hukum yang materialis sosiologis pada intinya menjelaskan bahwa
    hukum adalah pencitraan dari produk kenyataan kemasyarakatan”.3 Dari dua visi
    hukum ini dapat diketahui bahwa hukum dipandang sebagai suatu produk rasio
    manusia. Selama pernyataan ini dipegang teguh, maka tidak dapat dipungkiri bahwa
    akan muncul keanekaragaman norma-norma hukum dalam suatu tata pergaulan lalu
    lintas hukum di dunia.
    Keanekaragaman norma-norma hukum dalam prakteknya menimbulkan
    berbagai sistem hukum dalam masyarakat bangsa-bangsa juga memiliki keragaman
    3 John Gilissent, Frits Gorle, Sejarah Hukum, terjemahan, (Bandung: Refika Aditama, 2005),
    hlm. 14. Dalam filsafat hukum hal ini dikenal dengan istilah aliran pemikiran idealisme dan aliran
    pemikiran realisme.

    akar dan sistem hukum satu sama lain. Menurut Eric L.Richard, pakar hukum global
    business dari Indiana University, menjelaskan sistem hukum yang utama di dunia
    adalah:
    1. Civil law. Sistem hukum ini berakar dari hukum Romawi (Roman Law) yang
    dipraktikkan oleh Negara-Negara Eropa Kontinental termasuk bekas jajahannya.
    2. Common Law. Sistem hukum common law ini dipraktikkan di Negara Anglo
    Saxon, seperti Inggris dan Amerika.
    3. Islamic law, hukum yang berdasarkan Syariah Islam yang bersumber dari al Quran
    dan hadist.
    4. Socialist law, sistem hukum yang dipraktikkan di Negara-Negara sosialis.
    5. Sub-sahara Africa, sistem hukum yang dipraktikkan di Negara-Negara Afrika yang
    berada di sebelah selatan gurun Sahara.
    6. Far East, sistem hukum ini merupakan sistem hukum yang kompleks yang
    merupakan perpaduan antara sistem civil law, common law dan hukum Islam
    sebagai basis fundamental masyarakat.4
    Dalam praktik masing-masing sistem hukum ini saling bersentuhan, hal ini
    terjadi karena pada abad millenium sekarang ini, masing-masing bangsa di dunia ini
    tidak lagi dapat mengisolasikan diri dari bangsa-bangsa lainnya dan akan melakukan
    interaksi satu sama lainnya. Fakta ini mengharuskan semua ahli hukum, baik praktisi
    maupun kalangan akademis dituntut pemahamannya tentang konsep-konsep hukum.
    Dari kutipan di atas, maka dapat diketahui bahwa saling bersentuhan antara
    sistem hukum melahirkan benturan konsep hukum dan penyelesian masalah hukum
    yang sesuai dengan kebutuhan pergaulan masyarakat Internasional maupun dalam
    pergaulan secara nasional dari suatu negara bila dilihat dari aspek norma hukumnya.
    Pada sisi lain, bila dilihat dari nilai yang terkandung dalam suatu norma hukum atau
    4 Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo
    Persada, 2004), hlm. 19-20.

    berkaitan dengan nilai dari suatu norma hukum, masyarakat membutuhkan suatu
    hukum yang mewakili kepentingan nilai-nilai yang dianutnya.
    Secara praktis, kebutuhan akan suatu sistem hukum tertentu yang dinilai
    mampu memberikan hal yang terbaik bagi kebutuhan akan aturan hukum yang
    mengatur hubungan individu dengan individu dan hubungan antara individu dengan
    publik menyebabkan terjadinya pemberlakukan sistem hukum yang dikenal dalam
    masyarakat bangsa-bangsa. Sebagaimana terlihat dalam praktik, bahwa hukum
    ekonomi yang diatur dalam suatu sistem hukum civil law atau common law atau
    sistem sosialis mengalami degradasi penilaian yang dianggap sudah tidak lagi mampu
    memberi kegunaan yang maksimal dan menguntungkan bagi pihak penggunanya.
    Sebagaimana terlihat, sekarang ini sudah familiarnya sistem hukum Islam dibelahan
    dunia dan menjadi salah satu alternatif pengaturan tentang hukum ekonomi.
    Aturan hukum tentang Pasar Modal di Indonesia pada awalnya diatur di
    dalam Undang-undang Darurat Bursa Nomor 13 Tahun 1951 kemudian ditetapkan
    dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Undangundang
    tersebut diganti dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar
    Modal (untuk selanjutnya disebut UUPM) karena dinilai sudah tidak sesuai lagi
    dengan perkembangan kebutuhan pasar modal Indonesia di mana pasar modal
    Indonesia yang tidak lagi bersifat tertutup, kepemilikannya tidak hanya dapat dimiliki
    oleh warga negara Indonesia tetapi juga dapat dimiliki oleh warga negara asing.

    UUPM merupakan landasan yang kukuh dan kepastian hukum bagi semua
    pihak yang terlibat dalam melakukan kegiatan di bidang pasar modal Indonesia.
    Namun ketentuan UUPM ini haruslah juga mengikuti perkembangan kegiatan pasar
    modal yang berlaku di dunia internasional.
    Kebutuhan dan respon terhadap perkembangan pasar modal yang ditandai
    adanya kecenderungan terintegrasinya pasar modal di dunia mengharuskan
    Indonesia untuk menyesuaikan diri serta harus merevisi dan membuat
    peraturan perundang-undangan yang sesuai dalam merespons perkembangan
    global dan dinamika yang terjadi untuk berusaha memajukan pasar modal
    Indonesia agar sesuai dengan perkembangan ekonomi dunia.5
    Sebagaimana Bismar Nasution juga mengatakan:
    Globalisasi ekonomi dewasa ini juga menyebabkan terjadinya globalisasi
    hukum melalui usaha-usaha standarisasi hukum pasar modal. Hal ini dapat
    dilihat dengan adanya General Agreement on Tariff and Trade (GATT) yang
    mencantumkan beberapa tuntutan yang harus dipenuhi oleh negara-negara
    anggota berkaitan dengan penanaman modal, hak milik intelektual dan jasa,
    sehingga globalisasi hukum terjadi melalui kontrak-kontrak bisnis
    internasional sebagai konsekuensi dengan hadirnya pengusaha-pengusaha
    negara maju membawa transaksi-transaksi baru ke negara-negara berkembang
    yang menerima model kontrak bisnis Internasional. Persamaan ketentuanketentuan
    hukum berbagai negara juga bisa terjadi dikarenakan negara
    mengikuti model negara lain berkaitan dengan institusi-institusi hukum baru
    untuk mendapatkan akumulasi modal. Misalnya peraturan pasar modal dari
    negara civil law maupun common law berisikan substansi yang serupa atau
    tidak banyak berbeda antara satu dengan yang lain.6
    Oleh sebab itu, apabila dicermati mengenai aturan hukum yang termuat di
    dalam UUPM tersebut maka dapat diketahui ketentuan yang terdapat di dalam
    UUPM sebenarnya menganut visi hukum yang materialistis sosiologis. Hal ini terjadi
    5 Abdul Manan, Aspek Hukum Dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah
    Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 9.
    6 Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2001),

    karena pembentukan UUPM tersebut dibuat dengan berlatar-belakang atas pemikiran
    sekuler atau keduniawian yang memisahkannya dengan dunia spiritual atau
    keyakinan terhadap kepercayaan agama sebagaimana yang terjadi pada hukum yang
    menganut sistem civil law maupun sistem common law.
    Bagi bangsa Indonesia, berdasakan pandangan hidup yang dianutnya, yakni
    Pancasila, visi hukum tidaklah semata-mata didasarkan pada visi materalistis
    sosiologis tetapi juga mengandung visi idealistis spiritual sebagaimana dapat
    diketahui dari isi sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
    Di Indonesia sendiri, tuntutan akan visi hukum yang bersifat idealitas spiritual
    sudah menjadi kebutuhan praktik, khususnya bagi penduduk yang beragama Islam.
    Kebutuhan akan hukum yang bersifat idealitas spiritual tersebut sudah terlihat sejak
    awal dibentuknya negara Indonesia khususnya pada saat menyusun Undang-Undang
    Dasar 1945 sebagaimana terlihat di dalam Piagam Jakarta.
    Secara historis, persentuhan antara sistem hukum telah terjadi di Indonesia
    sejak jaman penjajahan Belanda. Hal ini ditandai dengan adanya ketentuan hukum
    yang diatur di dalam Indische Staatregeling (IS) sebagaimana terlihat dari ketentuan
    Pasal 131 IS dan Pasal 163 IS yang mengatur tentang penggolongan hukum yang
    didasarkan pada penggolongan penduduk pada waktu itu. Jadi fakta dibutuhkannya
    pluralisme hukum sudah terlihat sejak jaman penjajahan dan hal ini menjadi aktual
    kembali, khususnya dalam lapangan hukum perdata dan atau hukum bisnis sekarang
    ini.

    Tuntutan terhadap visi hukum yang idealitas spiritual, di Indonesia sistem
    hukum Islam yang mengatur hubungan keperdataan dan dalam dunia bisnis sudah
    menjadi tuntutan. Hal ini terlihat dilahirkannya undang-undang bidang keuangan
    yang menganut sistem hukum Islam sebagaimana dapat dilihat diundangkannya
    Undang-undang Perbankan Syariah. Selain itu, dapat juga dilihat dalam praktik
    kebutuhan masyarakat akan sistem Syariah dalam lembaga keuangan lainnya seperti
    dalam praktik kegiatan di Pasar Modal.
    Kebutuhan akan peraturan perundang-undangan berdasarkan visi idealitas
    spiritual juga terlihat dalam praktik pasar modal.
    Kalangan pasar modal menyadari potensi penghimpunan dana umat muslim.
    Dalam rangka itu, BAPEPAM meluncurkan pasar modal Syariah pada tanggal
    14-15 Maret 2003 sekaligus melakukan Nota Kesepahaman (Memorendum of
    Understanding) dengan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia
    melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman dengan PT Bursa Efek
    Jakarta bekerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management
    membentuk Jakarta Islamic Index. Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk
    digunakan sebagai tolok ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja investasi
    pada saham dengan basis Syariah. Melalui index diharapkan dapat
    meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam
    ekuitas secara Syariah. Tercatat 30 jenis saham yang sudah diperdagangkan
    pada Jakarta Islamic Index.7
    Bagi negara Indonesia, dibutuhkannya hukum pasar modal Syariah
    memberikan bukti, bahwa visi hukum yang tertuang di dalam undang-undang di
    Indonesia tidak lagi didasarkan pada visi hukum materialis sosiologis semata-mata,
    melainkan juga ada kebutuhan visi hukum yang idealitas spiritual. Jadi interaksi dan
    saling pengaruh mempengaruhi berbagai sistem hukum tidak saja terjadi dalam
    7 M Irsan Nasaruddin, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.

    interaksi antara bangsa-bangsa tetapi juga dapat terjadi dalam suatu negara nasional
    tertentu yang berdaulat. Salah satu contoh tentang hukum yang mengandung visi
    idealitas spiritual adalah Hukum Islam. Ada perbedaan antara hakikat dan etos
    Hukum Islam dengan Hukum Barat sebagaimana diungkapkan oleh Anderson :
    Satu hal yang tidak dapat diragukan lagi adalah bahwa perbedaan pertama
    yang mendasar dan paling jelas di antara perbedaan-perbedaan lainnya,
    perbedaan yang tampak paling mencolok dalam merancang pembahasan
    tersebut adalah bahwa hukum Barat, sebagaimana diketahui bersama, pada
    dasarnya bersifat sekuler sedangkan hukum Islam pada dasarnya bersifat
    keagamaan. Hal ini merupakan perbedaan fundamental.8
    Lebih lanjut Anderson mengatakan:
    Hukum Islam jauh lebih luas cakupannya dibandingkan dengan hukum Barat.
    Menurut pemikiran Barat, hukum sebagaimana dipahami oleh para ahli
    hukum sebagai hukum kenyataan, atau setidak-tidaknya dapat dinyatakan,
    berlaku oleh badan-badan peradilan. Sebaliknya, hukum Islam memasukkan
    seluruh perbuatan manusia ke dalam cakupannya.9
    Hal senada juga diungkapkan Bassiouni yang menulis : “Islam merupakan
    pandangan hidup juga bentuk pemerintahan, struktur sosial, norma yang mengatur
    hubungan inpersonal. Islam merupakan suatu ajaran yang menyeluruh dalam
    mengatur aspek kehidupan”.10
    Sesuai dengan pendapat di atas, maka dalam ajaran Islam bahwa kegiatan
    berinvestasi dapat dikategorikan sebagai kegiatan ekonomi yang sekaligus kegiatan
    tersebut termasuk kegiatan muamalah yaitu suatu kegiatan yang mengatur hubungan
    antar manusia. Sementara itu berdasarkan kaidah Fikih, bahwa hukum asal dari
    8 J.N.D Anderson, Hukum Islam di Dunia Modern. Terjemahan, Machnun Husein, (Surabaya:
    Amarpress, 1991), hlm.2.
    9 Ibid, hlm. 4
    10 Ade Maman Suherman, Op.cit, hlm. 127.

    kegiatan muamalah itu adalah mubah (boleh) yaitu semua kegiatan dalam pola
    hubungan antar manusia adalah mubah (boleh) kecuali yang jelas ada larangannya
    (haram). Ini berarti ketika suatu kegiatan muamalah yang kegiatan tersebut baru
    muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam ajaran Islam maka kegiatan tersebut
    dianggap dapat diterima kecuali terdapat implikasi dari Al Qur’an dan Hadist yang
    melarangnya secara implisit maupun eksplisit.11
    Dalam pengertian yang kontekstual dewasa ini, bahwa seluruh Muslim harus
    memenuhi kebutuhan ekonomi melalui perdagangan, industri, pertanian, dan berbagai
    bentuk wiraswasta secara bebas. “Di samping anjuran untuk mencari rejeki, Islam
    sangat menekankan (mewajibkan) aspek kelalaiannya, baik dari sisi perolehan
    maupun pendayagunaannya (pengolahan dan pembelanjaan)”.12 Sementara itu
    terdapat sejumlah teori-teori ekonomi dalam Al-Qur’an yang semua prinsip dasar
    moral dan etika harus berlandaskan pada-Nya.
    Dalam beberapa literatur Islam klasik memang tidak ditemukan adanya
    terminologi investasi maupun pasar modal, akan tetapi sebagai suatu kegiatan
    ekonomi, kegiatan tersebut dapat dikategorikan sebagai kegiatan jual beli (al Bay).
    Oleh karena itu untuk mengetahui apakah kegiatan investasi di pasar modal
    11 Bapepam-LK, Studi Tentang Investasi Syariah Di Pasar Modal Indonesia,
    http://bapepam.go.id/syariah/publikasi/riset/index.html, diakses tanggal 9 Maret 2011, pukul 13.27
    WIB.
    12 Ade Maman Suherman, Op.cit.

    merupakan sesuatu yang dibolehkan atau tidak menurut ajaran Islam, perlu diketahui
    hal-hal yang dilarang/diharamkan oleh ajaran Islam dalam hubungan jual beli.13
    Secara prinsip terdapat perbedaan fundamental kegiatan perekonomian pasar
    modal konvensional dengan pasar modal Syariah. “Praktek kegiatan ekonomi
    konvensional, khususnya dalam kegiatan pasar modal yang mengandung unsur
    spekulasi sebagai salah satu komponennya sepertinya masih menjadi hambatan
    psikologis bagi umat Islam untuk turut aktif dalam kegiatan investasi terutama di
    bidang pasar modal”.14
    Dalam implementasi prinsip Syariah pada praktiknya ditemukan perbedaan
    pasar modal Syariah dengan pasar modal konvensional. Pasar modal Syariah tidak
    mengenal kegiatan perdagangan semacam short selling, yaitu jual atau beli dalam
    waktu yang amat singkat untuk mendapatkan keuntungan antara selisih jual dan beli.
    Pemegang saham Syariah merupakan pemegang saham untuk jangka relatif panjang,
    pola kepemilikan saham demikian tentunya membawa dampak positif. Perusahaan
    tentunya akan mendapatkan pemegang saham yang jelas lebih menaruh perhatian dan
    mempunyai rasa memiliki, ini akan menjadi kontrol yang efektif. Karakteristik
    pemilikan saham Syariah yang hanya mengutamakan pencapaian keuntungan yang
    akan dibagi atau kerugian yang akan ditanggung bersama (profit-loss sharing), tidak
    13 Bapepam-LK, Studi Tentang Investasi Syariah Di Pasar Modal Indonesia, Op.cit.
    14 Muhammad Ismail Yusanto, Muhammad Kareber Widjajakesuma, Menggagas Bisnis
    Islami,(Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm.17.

    akan menciptakan fluktuasi kegiatan perdagangan yang tajam dan bersifat
    spekulasi.15
    Perbedaan mendasar antara pasar modal konvensional dengan pasar modal
    Syariah dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya, sedangkan
    perbedaan nilai indeks saham Syariah dengan nilai indeks saham
    konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus memenuhi
    prinsip-prinsip dasar Syariah. Secara umum konsep pasar modal Syariah
    dengan pasar modal konvensional tidak jauh berbeda meskipun dalam konsep
    pasar modal Syariah disebutkan bahwa saham yang diperdagangkan harus
    berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria
    Syariah dan terbebas dari unsur ribawi, serta transaksi saham dilakukan
    dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi.16
    Sebagaimana telah disebutkan di atas, dan merujuk Pasal 1 angka 4 UUPM
    dan Pasal 1 angka 13 UUPM aktivitas di Pasar Modal melalui perangkatnya Bursa
    Efek adalah tempat bertemunya antara permintaan dan penawaran atas surat berharga
    yang dilakukan melalui transaksi. Transaksi adalah istilah yang berlaku dalam dunia
    ekonomi, terhadap istilah itu disebut kontrak atau perjanjian dalam dunia hukum.
    Dengan demikian untuk melakukan perdagangan atas instrumen pasar modal dalam
    pandangan hukum dibutuhkan ketentuan hukum kontrak. Hukum kontrak adalah
    hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan yang substansi hukumnya
    membicarakan bagaimana harta kekayaan diperoleh dan dialihkan dari satu pihak
    kepada pihak lain.
    Konsepsi tentang hukum kontrak dipengaruhi oleh sistem hukum yang
    mengaturnya. Dalam pasar modal dan kegiatan di Bursa Efek sebelum lahirnya pasar
    15 Abdul Manan, Op.cit., hlm. 10.
    16Wahana Investasi dan Alternatif Pembiayaan Perusahaan,
    http://pasarmodal.blog.gunadarma.ac.id, diakses tanggal 31/3/2011, pukul 23.02 WIB.

    modal Syariah, dipergunakan hukum kontrak konvensional yang didasarkan pada
    hukum Barat. Namun dalam perkembangannya, kontrak-kontrak di dalam pasar
    modal dipergunakan hukum kontrak berdasarkan sistem Hukum Islam, sebagaimana
    yang diberlakukan pada Pasar Modal Syariah yang benar-benar mampu
    menghilangkan unsur spekulasi yang menjadi tujuan utama dari Syariah dalam dunia
    hubungan perdagangan.
    Bangkitnya ekonomi Islam di Indonesia dewasa ini menjadi fenomena yang
    menarik dan menggembirakan terutama bagi penduduk Indonesia yang mayoritas
    beragama Islam. Praktek kegiatan ekonomi konvensional, khususnya dalam kegiatan
    pasar modal yang mengandung unsur spekulasi sebagai salah satu komponennya
    nampaknya masih menjadi hambatan psikologis bagi umat Islam untuk turut aktif
    dalam kegiatan investasi terutama di bidang pasar modal, sekalipun berlabel Syariah.
    Salah satu produk pasar modal adalah reksadana. Reksadana merupakan
    Kontrak Investasi Kolektif yang dilakukan antara manajer investasi (pengelola
    investasi) dengan investor. Reksadana merupakan sebuah unit investasi yang
    dibentuk dengan tujuan tertentu. Mengacu pada Pasal 1 angka 27 UUPM “reksadana
    adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal
    untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi”.
    Membeli reksadana tidak ubahnya menabung, bedanya surat tanda menabung
    tidak dapat diperjualbelikan, sebaliknya reksadana bisa diperjualbelikan. Unit
    penyertaan yang bisa dijual kembali kepada manajer investasi disebut reksadana

    terbuka (open end). Kebalikannya adalah reksadana tertutup (close end), yakni
    reksadana yang hanya bisa dijual kepada investor lain melalui pasar sekunder.
    Sebagian besar reksadana yang ada sekarang ini berbentuk reksadana terbuka.
    Dengan variasi produk investasi yang makin variatif ini menjadikan pasar
    modal sebagai sarana dan wahana investasi dari hari ke hari kian lengkap.
    Investor memiliki banyak pilihan produk yang bisa menjadi ajang
    investasinya yang tentunya disesuaikan dengan tujuan investasinya. Begitu
    juga bagi yang pihak membutuhkan modal (issuer), produk yang bisa dijual
    kepada investor bisa lebih variatif. Di samping saham, issuer atau emiten bisa
    menjual obligasi atau bisa juga kombinasi saham dengan obligasi atau obligasi
    dengan opsi tertentu.17
    Untuk melakukan kegiatan jual beli reksadana dapat dilakukan melalui pasar
    modal Syariah dan pasar modal konvensional. Piranti hukum yang dipergunakan
    untuk melakukan jual beli reksadana di Pasar Modal Syariah dipergunakan akad-akad
    atau perjanjian yang didasarkan pada konsep hukum Islam.
    Dalam perjalanannya perkembangan pasar modal Syariah di Indonesia telah
    mengalami kemajuan, sebagai gambaran bahwa setidaknya terdapat beberapa
    perkembangan dan kemajuan Pasar Modal Syariah yang patut dicatat hingga tahun
    2004, diantaranya adalah telah diterbitkan 6 (enam) Fatwa Dewan Syariah Nasional
    Majelis Ulama Indonesia (Selanjutnya disebut DSN-MUI) yang berkaitan dengan
    industri pasar modal. Adapun ke 6 (enam) fatwa dimaksud adalah:
    1. No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam;
    2. No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa
    Dana Syariah;
    17 Ibid.

    3. No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah;
    4. No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah;
    5. No.40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan
    Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal;
    6. No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
    Fatwa-fatwa tersebut di atas mengatur prinsip-prinsip Syariah di bidang pasar
    modal yang meliputi bahwa suatu efek dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip
    Syariah apabila telah memperoleh pernyataan kesesuaian Syariah secara tertulis dari
    DSN-MUI. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk memperoleh
    sertifikat/predikat Syariah dari DSN-MUI yaitu bahwa calon emiten terlebih dahulu
    harus mempresentasikan terutama struktur bagi hasilnya dengan nasabah/investor,
    struktur transaksinya, bentuk perjanjiannya seperti perjanjian perwali-amanatan dan
    lain-lain.
    Sebagai tindak lanjut dari Fatwa DSN-MUI tersebut, BAPEPAM-LK melalui
    Keputusan Ketua BAPEPAM-LK Nomor Kep-131/BL/2006 tanggal 23 Nopember
    2006 menerbitkan peraturan yang berisikan Peraturan No.IX.A.14 yang menegaskan
    akad-akad yang digunakan dalam penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal dan
    Keputusan Ketua BAPEPAM No.Kep 130/BL/2006 tanggal 23 Nopember 2006 yang
    berisi Peraturan No. IX.IX.A.13 Penerbitan Efek Syariah.
    Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia secara umum ditandai oleh
    berbagai indikator diantaranya adalah semakin maraknya para pelaku pasar modal

    Syariah yang mengeluarkan efek-efek Syariah selain saham-saham dalam Jakarta
    Islamic Index (JII).
    Perkembangan transaksi saham Syariah di Bursa Efek Jakarta (BEJ) bisa
    digambarkan bahwa, berdasarkan lampiran Pengumuman BEJ Nomor.Peng
    499/BEJDAG/ U/12-2004 tanggal 28 Desember 2004, bahwa daftar nama saham
    tercatat yang masuk dalam perhitungan Jakarta Islamic Index (selanjutnya disebut
    JII) untuk periode 3 Januari 2005 s.d Juni 2005 adalah sebagai berikut: Anggota JII
    Periode Januari s.d. Juni 2005 adalah Astra Agro Lestari, Adhi Karya (persero),
    Aneka Tambang (Persero), Bakrie & Brothers, Barito Pacific Timber, Bumi
    Resources, Ciputra Developmen, Energi Mega Persada, Gajah Tunggal, International
    Nickel Ind, Indofood Sukses Makmur, Indah Kiat Pulp & Paper, Indocement Tunggal
    Prakasa, Indosat, Kawasan Industri Jababeka, Kalbe Farma, Limas Stokhomindo,
    London Sumatera, Medco Energi International, Multipolar Perusahaan Gas Negara
    (Persero), Tambang Batu Bara Bukit Asam, Semen Cibinong, Semen Gresik
    (Persero), Timah, Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, Telekomunikasi Indonesia, Tempo
    Scan Pacific, United Tractors, Unilever Indonesia.18
    Adapun kinerja saham-saham Syariah yang terdaftar dalam Jakarta Islamic
    Index (JII) dimaksud juga mengalami perkembangan yang cukup baik, hal ini terlihat:
    Dari kenaikan index JII sebesar 37,90% dari 118,952 pada akhir tahun 2003
    menjadi 164,029 pada penutupan akhir tahun 2004. Begitu pula nilai
    kapitalisasi saham-saham Syariah yang terdaftar dalam JII juga meningkat
    18 Ibid.

    signifikan sebesar 48,42% yaitu dari Rp.177,78 Triliun pada akhir Desember
    2003 menjadi Rp.263,86 Triliun pada penutupan akhir Desember 2004.19
    Salah satu indikasi pertumbuhan dan perkembangan obligasi Syariah pada
    akhir-akhir ini dapat dilihat dari maraknya penawaran umum perdana obligasi
    Syariah dengan akad Ijarah.
    Sebagai gambaran bahwa sampai dengan akhir tahun 2003 hanya terdapat 6
    (enam) emiten yang menawarkan obligasi Syariah di pasar modal Indonesia
    dengan total nilai emisi sebesar Rp 740 Milyar, sedangkan pada tahun 2004
    ada penambahan sebanyak 7 (tujuh) emiten baru yang telah mendapatkan
    pernyataan efektif dari Bapepam. Dengan demikian, sampai dengan akhir
    tahun 2004 secara kumulatif terdapat 13 (tiga belas) emiten yang menawarkan
    obligasi Syariah atau meningkat sebesar 116,67% jika dibandingkan dengan
    tahun 2003 yang hanya ada 6 (enam) emiten obligasi.20
    Perkembangan selanjutnya adalah ditandai dengan meningkatnya nilai emisi
    obligasi Syariah di pasar modal Indonesia.
    Nilai emisi obligasi Syariah pada akhir tahun 2003 baru mencapai sebesar Rp
    740 Milyar sedangkan nilai emisi obligasi yang sama pada akhir tahun 2004
    mencapai Rp 1.424 Triliun yang berarti ada peningkatan sebesar 92,43%,
    namun jika dibandingkan dengan total nilai emisi obligasi di pasar modal
    Indonesia di tahun 2004 secara keseluruhan yaitu sebesar Rp. 83.005,349
    Triliun, maka presentasenya masih terlalu kecil yaitu baru mencapai 1,72%.21
    Di tengah maraknya instrumen investasi yang berlabel Syariah, perlu
    dicermati pula bahwa minimnya aturan-aturan hukum yang memayungi setiap
    kegiatan dan atau transaksi Syariah di pasar modal juga dirasakan sebagai ketidakjelasan
    aspek perlindungan terhadap para investor atau nasabah pasar modal Syariah.
    19 Ibid.
    20 Ibid.
    21 Ibid.

    Berdasarkan fakta tersebut tidak dapat dipungkiri secara praktis maupun
    teoritis peranan perbandingan hukum menjadi amat penting untuk mengamati dan
    menganalisis masing-masing konsep hukum yang ada khususnya tentang kegiatan di
    pasar modal. Seperti apa yang diungkapkan oleh Koopmans, seorang mantan hakim
    Mahkamah Peradilan Masyarakat Eropa yang mengatakan:
    Abad ke 21 akan menjadi sebuah era bagi metode-metode komparatif. Karena
    kita sama-sama menghadapi banyak permasalahan masyarakat yang sulit, dan
    karena kita hidup bersama semakin dekat di planet ini, kita tampaknya
    memang harus melihat kepada pendekatan-pendakatan dan pandangan satu
    sama lain. Dengan demikian, kita dapat menemukan berbagai hal menarik,
    tetapi kita juga dapat menemukan cara untuk mengatasi berbagai tantangan
    hukum yang amat besar yang tampak sudah tersedia bagi kita.22
    Berdasarkan apa yang diuraikan di atas, dalam penelitian ini akan dilakukan
    penelitian berkaitan dengan konsep hukum Islam dalam kegiatan di Pasar Modal
    khususnya tentang perdagangan reksadana yang menggunakan hukum Islam sebagai
    piranti hukum dalam melakukan kegiatan di Pasar Modal Syariah.

    0 komentar

  • Copyright © 2013 - Unbreakable Machine Doll - Ilmu Bermanfaat - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan