Posted by : sahdarullah
Kamis, 26 September 2013
Yang harus
diusung dg langkah kaki dan derasnya air mata kesedihan…
(Meski)
dunia terus mengajak untuk menikmati keindahannya
Maka
kalianlah sahabat-sahabatku, sebaik-baik keindahannya
Aaahhh….Sahabat-sahabatku…
Jauhnya kalian tidaklah aku harapkan
Bagaimana
kan kulupakan sahabatku, bagaimana pula tidur indah kan kunikmati
Linangan air
mataku terus mengalir (karenanya), hingga hitamnya garis mata tampak memanjang
Ya Tuhan
alam semesta, berilah seluruh hamba-Mu lembutnya kasih sayang
Lihatlah
dunia kita, ia lari seperti larinya awan
Menyeret
kita menuju hari perhitungan
Sahabat-sahabatku,
teruslah dg suara kalian yg baik (dan penuh berkat)
Kami tidak
mengharapkan, melainkan doa (kebaikan) untuk para sahabat kalian
Sahabat-sahabatku…
berjanjilah kepada Allah yg berada di atas langit
Bahwa kita
akan berjumpa dalam waktu dekat
Sahabat-sahabatku…
berjanjilah kepada Allah yg ada di atas langit sana
Untuk
melihat tangan kalian, merendah untuk mendoakan kami
Renungan:
Kurenungi
bait-baitnya dengan mendalam…
ia seakan
barisan ombak yg terus berdatangan dalam pendengaran… beribu angan menghampiri
pikiranku…
dan perasaan
halus terus mengusik jiwaku…
Kutanya
diriku: benarkah ‘kendaraan perpisahan’ itu benar-benar akan menghampiriku?!
Akankah
kutulis wasiat terakhir, kepada setiap orang yg kucintai, sebelum kepergianku?!
Lalu apakah
isi wasiat terakhirku itu? Yang harus cepat ku tulis sebelum kutinggalkan
duniaku?
Ibuku…
bapakku… saudara-saudaraku… saudari-saudariku… rumahku… istriku…
sahabat-sahabat…
teman-teman… rekan-rekan kerja… kenalan-kenalan… kantor… computer… internet?
Jalanan…
masjid… anak-anak kecil di jalanan dan desa… detik-detik bahagia… masa-masa
sedih, sakit, dan perjuangan…
Akankah
kutinggalkan dunia ini, yg terus mengajakku menikmati keindahannya… beserta
semua saudara dan orang-orang tercinta yg hidup di dalamnya
Siapakah yg
akan kuberi kata perpisahan?…
Siapa pula
yg akan kulupakan dari sapaan salam?…
Bahkan,
punyakah aku waktu yg cukup untuk menyampaikan salamku kepada semua orang yg
kucinta?
Siapakah
dari mereka yg sudi memaafkanku?…
Siapa pula
yg merasa kehilangan diriku?…
Bahkan
siapakah yg aku malah lebih kehilangan dia?
Canda-tawa
manakah yg akan teringat dibenakku?…
Dan wajah
manakah yg akan mempengaruhi raut wajahku?… Berapakah lautan yg mencukupi
mataku untuk mengucurkan tangisnya?
Bagaimana
diriku akan sabar dan tahan setelah ini semua?…
Ya Tuhanku…
betapa rapuhnya hati kami sebagai manusia,
ketika
pribadi-pribadi ini pergi bersama ruh yg bersih nan suci… Betapa kerasnya
jeritan hati, untuk orang yg dilahap oleh waktu di hadapanku, atau aku yg
dilahap waktu di hadapannya…
Di masa
sedih itu, betapa tingginya jeritan ‘aaaah’ di tenggorokanku yg ku sertakan
bersama ruh-ruh kalian yg mulia
Maka
terimalah suratku ini, yg berisi permohonan maafku, sebelum datang waktu itu…
Saat jiwa lelahku, berada diantara tubuh yg tidak kuat lagi pergi
menghampirimu…
Apapun
kesalahan kalian terhadapku, maka sungguh aku mempersaksikan kepada Allah, bahwa
aku telah merelakan dan memaafkannya…
bahkan aku
telah melupakannya…
dan seakan
tidak pernah ada…
Maka
maafkanlah salah-salahku!
Jika
nantinya tanah telah menutupi jasadku…
Dan alam
lain telah melingkupiku… Maka ingatlah… Ingatlah, bahwa suatu hari, aku telah
mengirimkan surat terakhirku ini… Dan janganlah lupa mendoakanku dengan doa yg
baik di saat ku telah tiada
Aku
benar-benar yakin, bahwa jeritan hatiku untuk sahabat-sahabat dan orang-orang
tercintaku ini, nantinya juga akan menghampiri jiwa-jiwa kalian yg mulia… dan
kalian akan mengirimkannya kepada setiap orang yg kalian cintai… kepada setiap
orang yg kalian hargai… kepada setiap orang yg kalian hormati
Harapan-tertinggiku…
Apabila sampai suratku ini… Balaslah surat ini dengan empat kata:
Aku telah memaafkanmu sahabatku…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar