• Posted by : sahdarullah Minggu, 22 September 2013

    Sore itu adalah sore yang sangat dingin di Virginia bagian utara, berpuluh-puluh tahun yang
    lalu. Janggut si orang tua dilapisi es musim dingin selagi ia menunggu tumpangan
    menyeberangi sungai. Penantiannya seakan tak berakhir. Tubuhnya menjadi mati rasa dan
    kaku akibat angin utara yang dingin.

    Samar-samar ia mendengar irama teratur hentakan kaki kuda yang berlari mendekat di atas
    jalan yang beku itu. Dengan gelisah iamengawasi beberapa penunggang kuda memutari
    tikungan. Ia membiarkan beberapa kuda lewat, tanpa berusaha untuk menarik perhatian. Lalu, satu lagi
    lewat, dan satu lagi. Akhirnya, penunggang kuda yang terakhir mendekati tempat si orang tua
    yang duduk seperti patung salju.

    Saat yang satu ini mendekat, si orang tua menangkap mata si penunggang...dan ia pun berkata,
    "Tuan, maukah anda memberikan tumpangan pada orang tua ini ke seberang ? Kelihatannya
    tak ada jalan untuk berjalan kaki." Sambil menghentikan kudanya, si penunggang menjawab, "Tentu. Naiklah." Melihat si orang tua tak mampu mengangkat tubuhnya yang setengah membeku dari atas tanah, si penunggang kuda turun dan menolongnya naik ke atas kuda.


    Si penunggang membawa si orang tua itu bukan hanya ke seberang sungai, tapi terus ke
    tempat tujuannya, yang hanya berjarak beberapa kilometer. Selagi mereka mendekati pondok
    kecil yang nyaman, rasa ingin tahu si penunggang kuda atas sesuatu, mendorongnya untuk
    bertanya,

    "Pak, saya lihat tadi bapak membiarkan penunggang2 kuda lain lewat, tanpa berusaha meminta
    tumpangan. Saya ingin tahu kenapa pada malam musim dingin seperti ini Bapak mau menunggu
    dan minta tolong pada penunggang terakhir. Bagaimana kalau saya tadi menolak dan
    meninggalkan bapak di sana?"

    Si orang tua menurunkan tubuhnya perlahan dari kuda, memandang langsung mata si
    penunggang kuda dan menjawab, "Saya sudah lama tinggal di daerah ini. Saya rasa saya cukup
    kenal dengan orang." Si orang tua melanjutkan, "Saya memandang mata penunggang yang lain, dan langsung tahu bahwa di situ tidak ada perhatian pada keadaan saya. Pasti percuma saja saya minta
    tumpangan. Tapi waktu saya melihat matamu, kebaikan hati dan rasa kasihmu terasa jelas ada pada
    dirimu. Saya tahu saat itu juga bahwa jiwamu yang lembut akan menyambut kesempatan
    untuk memberi saya pertolongan pada saat saya membutuhkannya."

    Komentar yang menghangatkan hati itu menyentuh si penunggang kuda dengan dalam. "Saya
    berterima kasih sekali atas perkataan bapak", ia berkata pada si orang tua. "Mudah-mudahan
    saya tidak akan terlalu sibuk mengurus masalah saya sendiri hingga saya gagal menanggapi
    kebutuhan orang lain.."

    Seraya berkata demikian, Thomas Jefferson, si penunggang kuda itu, memutar kudanya dan
    melanjutkan perjalanannya menuju ke Gedung Putih.

    The Sower's Seeds - Brian Cavanaugh.
    Kau tak akan pernah tahu kapan kau akan memerlukan orang lain, atau kapan seseorang
    memerlukanmu. Kebijakan dari seluruh hidupmu melukis sebuah citra dimatamu, yang
    membantu orang lain melihat, menemukan pertolongan yang ia butuhkan, dan bahwa masih ada
    keutamaan lain di dunia ini dari pada sekedar peduli dengan dirimu sendiri, yaitu
    kepedulianmu pada orang lain, sahabatmu atau benar-benar orang lain.

    Maka bila ada sahabat atau seseorang memerlukan perhatian atau bantuanmu, atau meminta
    maaf atas satu kesalahan, itu karena ia menghormati dan menghargai kebaikan yang pasti ada
    dalam jiwamu. Kau dapat menghormati juga permintaan itu, atau kau meninggalkannya di
    tengah jalan sendirian.

    0 komentar

  • Copyright © 2013 - Unbreakable Machine Doll - Ilmu Bermanfaat - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan