[Artikel - Th. II - No. 5 -
Agustus 2003]
Noer Soetrisno
KOPERASI INDONESIA: POTRET DAN
TANTANGAN
I.
Latar
Belakang
1.
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di
negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat
koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh
karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan
dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam
konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional.
Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai
tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya.
2.
Di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan
dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam
menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan
gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat
ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun
pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan, berbagai peraturan
perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan
koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta
dukungan/perlindungan yang diperlukan.
3.
Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena
koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman
penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan
kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas
dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus
mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut
sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola
pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi
“regulatory” dan “development” secara sekaligus (Shankar 2002). Ciri utama
perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada
program yaitu : (i) Program pembangunan secara sektoral; (ii)
Lembaga-lembaga pemerintah; dan (iii) Perusahaan baik milik negara maupun
swasta. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan
kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.
4.
Selama ini “koperasi” dikembangkan dengan dukungan
pemerintah dengan basis sektor-sektor primer yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. KUD sebagai koperasi program yang didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Di sisi lain pemerintah
memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan seperti yang selama
PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan koperasi. Bahkan koperasi secara
eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani
langsung oleh pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola
pengadaan bea pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli
baru (cengkeh).
II.
Potret
Koperasi Indonesia
5.
Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di
seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah
keanggota ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan
jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali
lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup
menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180
unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala
sangat kecil.
6.
Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu
lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman tersebut.
Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi
sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya
pesaing-pesaing usaha terutama KUD.
7.
Jika melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya
masih cukup besar harapan kita kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi
koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit
yang menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi dan
dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya
sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi
aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar Perkreditan mikro
menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa dengan pangsa sekitar 31%.
Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan
distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh
sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih
besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
8.
Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua
kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya tumbuh sebagai
tanggapan terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan
pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas
mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih
dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian
koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar
pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan
kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha
koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal.
9.
Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip
organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer
sampai tingkat nasional. Hal ini telah
menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu
koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari
daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya
perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi.
III.
Kemanfaatan
Koperasi
10. Secara teoritis sumber kekuatan koperasi sebagai badan usaha dalam konteks kehidupan perekonomian, dapat dilihat dari kemampuan untuk menciptakan
kekuatan monopoli dengan derajat monopoli tertentu. Tetapi ini adalah kekuatan semu dan justru dapat
menimbulkan kerugian bagi anggota masyarakat di luar koperasi. Sumber kekuatan
lain adalah kemampuan memanfaatkan berbagai potensi external economies yang timbul di
sekitar kegiatan ekonomi para anggotanya. Dan kehematan tersebut hanya
dapat dinikmati secara bersama-sama, termasuk dalam hal menghindarkan diri
dari adanya external diseconomies itu.
11. Kehematan-kehematan
yang dapat menjadi sumber kekuatan koperasi memang tidak terbatas pada nilai ekonomis nya
semata. Kekuatan itu juga dapat bersumber dari faktor non-ekonomis yang
menjadi faktor berpengaruh secara tidak langsung terhadap kegiatan ekonomi
anggota masyarakat dan badan usaha koperasi. Sehingga manfaat atau keuntungan koperasi pada
dasarnya selalu terkait dengan dua jenis manfaat, yaitu yang nyata (tangible) dan yang tidak nyata (intangible). Kemanfaatan koperasi ini juga selalu berkaitan
dengan keuntungan yang bersifat ekonomi dan sosial. Karena koperasi selain memberikan kemanfaatan
ekonomi juga mempunyai perhatian dan kepedulian terhadap aspek sosial
seperti pendidikan, suasana sosial kemasyarakatan, lingkungan
hidup, dan lain-lain. Pembahasan ini difokuskan kepada
manfaat yang mendasari digunakannya
mekanisme koperasi.
12. Dalam hal ini
koperasi mempunyai kekuatan yang lain karena koperasi dapat memberikan
kemungkinan pengenalan teknologi baru melalui kehematan dengan mendapatkan informasi yang langsung dan tersedia bagi setiap anggota yang memerlukannya. Kesemuanya itu dilihat dalam kerangka peranan
koperasi secara otonom bagi setiap individu anggotanya yang telah memutuskan menjadi
anggota koperasi. Dengan demikian sepanjang koperasi dapat menghasilkan
kemanfaatan tersebut bagi anggotanya maka akan mendorong orang untuk berkoperasi
karena dinilai bermanfaat.
13. Dalam konteks
yang lebih besar koperasi dapat dilihat sebagai wahana koreksi oleh
masyarakat pelaku ekonomi, baik produsen maupun konsumen, dalam memecahkan
kegagalan pasar dan mengatasi inefisiensi karena ketidaksempurnaan
pasar. Secara teoritis koperasi akan tetap hadir jika terjadi kegagalan
pasar. Jika pasar berkembang semakin kompetitif secara alamiah koperasi
akan menghadapi persaingan dari dalam. Karena segala insentif ekonomi yang selama ini didapat tidak lagi
bisa dimanfaatkan. Sehingga sumber kekuatan untuk tetap mempertahankan
hadirnya koperasi terletak pada kemampuan untuk mewujudkan keuntungan
tidak langsung atau intangible benefit yang disebutkan di muka.
14. Dalam
kerangka yang lebih makro suatu perekonomian merupakan suatu bangunan yang terdiri dari
berbagai pelaku yang dikenal dengan kelompok produsen dan kelompok konsumen.
Di dalam suatu negara berkembang organisasi ekonomi dari masing-masing pelaku tadi menjadi
semakin kompleks. Karena selain pemerintah dan swasta (perusahaan swasta) sebenarnya masih ada dua kelompok
lain yaitu koperasi dan sektor rumah tangga. Kelompok yang disebut terakhir, perlu mendapatkan
pencermatan tersendiri, karena mungkin ia dapat berada di dalam koperasi,
atau menjadi suatu unit usaha sendiri,
atau merupakan pendukung usaha swasta yang ada. Inilah yang
sebenarnya perlu kita lihat dalam kerangka yang lebih luas.
15. Secara
konseptual dan empiris, mekanisme koperasi memang diperlukan dan tetap diperlukan oleh
suatu perekonomian yang menganut sistem pasar. Besarnya peran tersebut akan sangat tergantung
dari tingkat pendapatan masyarakat, tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat serta struktur pasar dari berbagai kegiatan ekonomi dan sumber daya
alam dari suatu negara. Contoh klasik dari pentingnya kondisi pasar
yang kompatibel dengan kehadiran koperasi adalah pengalaman koperasi susu
dimana-mana di dunia ini selalu menjadi contoh sukses (kasus bilateral
monopoli). Padahal sukses ini tidak selalu dapat diikuti oleh
jenis kegiatan produksi pertanian lainnya. Koperasi sebagai mekanisme kerjasama ekonomi juga tidak mengungkung dalam sistemnya
sendiri yang terbatas pada sistem dan struktur koperasi, tetapi dalam
interaksi dapat meminjam mekanisme bisnis yang lazim dipakai oleh badan
usaha non-koperasi. Termasuk dalam hal ini pembentukan
usaha yang berbentuk non koperasi untuk mempertahankan kemampuan pelayanan dan menegakkan mekanisme koperasi yang dimiliki.
IV. Posisi Koperasi dalam Perdagangan Bebas
16. Esensi perdagangan bebas yang sedang diciptakan oleh banyak negara yang ingin lebih maju ekonominya adalah menghilangkan sebanyak
mungkin hambatan perdagangan internasional. Melihat arah tersebut maka
untuk melihat dampaknya terhadap perkembangan koperasi di tanah air dengan cara mengelompokkan koperasi ke dalam ketiga
kelompok atas dasar jenis koperasi. Pengelompokan itu meliputi pembedaan
atas dasar: (i) koperasi produsen atau koperasi yang bergerak di bidang produksi, (ii) koperasi konsumen atau koperasi konsumsi, dan (iii) koperasi kredit dan jasa keuangan. Dengan cara ini akan lebih mudah mengenali keuntungan
yang bakal timbul dari adanya perdagangan bebas para anggota koperasi dan anggota koperasinya sendiri.
17. Koperasi produsen terutama koperasi pertanian memang merupakan koperasi yang
paling sangat terkena pengaruh perdagangan bebas dan berbagai liberalisasi. Koperasi
pertanian di seluruh belahan dunia ini memang selama ini menikmati
proteksi dan berbagai bentuk subsidi serta dukungan pemerintah. Dengan
diadakannya pengaturan mengenai subsidi, tarif, dan akses pasar, maka
produksi barang yang dihasilkan oleh anggota koperasi tidak lagi dapat menikmati perlindungan seperti semula,
dan harus dibuka untuk pasaran impor dari negara lain yang lebih efisien.
18. Untuk koperasi-koperasi yang menangani komoditi sebagai pengganti impor atau ditutup dari persaingan impor jelas hal ini akan merupakan pukulan berat dan akan
menurunkan perannya di dalam percaturan pasar kecuali ada rasionalisasi
produksi. Sementara untuk koperasi yang menghasilkan barang pertanian untuk ekspor seperti minyak sawit, kopi, dan rempah serta
produksi pertanian dan perikanan maupun peternakan lainnya, jelas perdagangan bebas merupakan peluang emas. Karena
berbagai kebebasan tersebut berarti membuka peluang pasar yang baru. Dengan
demikian akan memperluas pasar yang pada gilirannya akan merupakan peluang
untuk peningkatan produksi dan usaha bagi koperasi yang bersangkutan. Dalam konteks ini koperasi yang
menangani produksi pertanian, yang selama ini mendapat kemudahan dan perlindungan pemerintah
melalui proteksi harga dan pasar akan menghadapi masa-masa sulit. Karena itu koperasi
produksi harus merubah strategi kegiatannya. Bahkan mungkin harus mereorganisasi
kembali supaya kompatibel dengan tantangan yang dihadapi. Untuk koperasi
produksi di luar pertanian memang cukup sulit untuk dilihat arah pengaruh dari liberalisasi
perdagangan terhadapnya. Karena segala sesuatunya akan sangat tergantung
di posisi segmen mana kegiatan koperasi dibedakan dari para anggotanya. Industri kecil misalnya
sebenarnya pada saat ini relatif berhadapan dengan pasar yang lebih
terbuka. Artinya mereka terbiasa dengan persaingan dengan dunia luar untuk memenuhi pemintaan ekspor maupun
berhadapan dengan barang pengganti yang diimpor. Namun cara-cara koperasi
juga dapat dikerjakan oleh perusahaan bukan koperasi.
19. Secara umum koperasi di dunia akan menikmati manfaat besar dari adanya
perdagangan bebas, karena pada dasarnya perdagangan bebas itu akan selalu membawa
pada persaingan yang lebih baik dan membawa pada tingkat keseimbangan harga yang wajar serta efisien. Peniadaan hambatan perdagangan akan
memperlancar arus perdagangan dan terbukanya pilihan barang dari seluruh
pelosok penjuru dunia secara bebas. Dengan demikian konsumen akan
menikmati kebebasan untuk memenuhi hasrat konsumsinya secara optimal. Meluasnya konsumsi masyarakat dunia akan mendorong meluas dan meningkatnya usaha koperasi yang bergerak di bidang konsumsi. Selain itu dengan peniadaan hambatan perdagangan oleh
pemerintah melalui peniadaan non torif barier dan penurunan tarif
akan menyerahkan mekanisme seleksi sepenuhnya kepada masyarakat. Koperasi sebenarnya
menjadi wahana masyarakat untuk melindungi diri dari kemungkinan kerugian
yang timbul akibat perdagangan bebas.
20. Kegiatan koperasi kredit, baik secara teoritis maupun empiris, terbukti mempunyai kemampuan untuk membangun
segmentasi pasar yang kuat sebagai akibat struktur pasar keuangan yang sangat tidak sempurna, terutama jika menyangkut
masalah informasi. Bagi koperasi kredit keterbukaan perdagangan dan aliran modal yang keluar masuk akan merupakan kehadiran pesaing baru terhadap
pasar keuangan, namun tetap tidak dapat menjangkau para anggota koperasi. Apabila koperasi kredit mempunyai jaringan yang luas dan menutup usahanya hanya untuk pelayanan anggota saja, maka segmentasi ini akan sulit untuk ditembus
pesaing baru. Bagi koperasi-koperasi kredit di negara berkembang, adanya globalisasi ekonomi dunia akan merupakan peluang untuk mengadakan kerjasama dengan koperasi kredit di negara maju dalam membangun sistem perkreditan melalui koperasi. Koperasi kredit atau simpan pinjam di masa mendatang akan menjadi pilar kekuatan sekitar koperasi yang
perlu diikuti oleh dukungan lainnya seperti sistem pengawasan dan jaminan.
V. Koperasi Dalam Era Otonomi
Daerah
21. Implementasi undang-undang otonomi daerah, akan memberikan dampak positif bagi
koperasi dalam hal alokasi sumber daya alam dan pelayanan pembinaan lainnya. Namun koperasi akan semakin
menghadapi masalah yang lebih intensif dengan pemerintah daerah
dalam bentuk penempatan lokasi investasi dan skala kegiatan koperasi. Karena azas efisiensi akan mendesak koperasi untuk membangun jaringan yang luas dan mungkin melampaui batas daerah
otonom. Peranan advokasi oleh gerakan koperasi untuk memberikan orientasi kepada pemerintah
di daerah semakin penting. Dengan demikian peranan pemerintah di tingkat
propinsi yang diserahi tugas untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fungsi intermediasi
semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan
infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan pusat.
22. Peranan pengembangan sistem lembaga keuangan koperasi di tingkat
Kabupaten / Kota sebagai daerah otonomi menjadi sangat penting. Lembaga
keuangan koperasi yang kokoh di daerah otonom akan dapat menjangkau lapisan
bawah dari ekonomi rakyat. Disamping itu juga akan mampu berperan menahan
arus keluar sumber keuangan daerah. Berbagai studi menunjukan bahwa lembaga
keuangan yang berbasis daerah akan lebih mampu menahan arus kapital keluar.
23. Dukungan yang diperlukan bagi koperasi untuk menghadapi berbagai
rasionalisasi adalah keberadaan lembaga jaminan kredit bagi koperasi dan usaha kecil di daerah. Dengan demikian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen
terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi di daerah. Lembaga jaminan kredit yang dapat
dikembangkan Pemerintah Daerah akan dapat mendesentralisasi pengembangan
ekonomi rakyat dan dalam jangka panjang akan menumbuhkan kemandirian daerah untuk
mengarahkan aliran uang di masing-masing daerah. Dalam jangka menengah koperasi
juga perlu memikirkan asuransi bagi para penabung.
24. Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan
koperasi yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus
diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan
otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi benturan yang
harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi keuangan, pengembangan jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi merupakan kebutuhan pendukung untuk kuatnya
kehadiran koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendorong pengembangan
lembaga penjamin kredit di daerah.
VI.
Penutup
25. Pendekatan pengembangan koperasi sebagai instrumen
pembangunan terbukti menimbulkan kelemahan dalam menjadikan dirinya sebagai
koperasi yang memegang prinsip-prinsip koperasi dan sebagai badan usaha
yang kompetitif. Reformasi kelembagaan koperasi menuju koperasi dengan jati
dirinya akan menjadi agenda panjang.
26. Dalam kerangka otonomi daerah perlu penataan lembaga
keuangan koperasi (koperasi simpan pinjam) untuk memperkokoh pembiayaan
kegiatan ekonomi di lapisan terbawah dan menahan arus ke luar potensi
sumberdaya lokal yang masih diperlukan. Pembenahan ini akan merupakan
elemen penting dalam membangun sistem pembiayaan mikro di tanah air.
Oleh: Dr. Noer Soetrisno --
Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM, Kantor Menteri Negara Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
DAFTAR
BACAAN
1.
Couture,
M-F, D. Faber, M. Larim, A-B. Nippierd : Transition to Cooperative
Entrepreneurship, ILO and University
of Nyeurode, of
Nyenrode, Genewa, 2002.
2.
Ravi
Shankar and Garry Conan : Second Critical Study on Cooperative Legislation
and policy Reform, ICA, RAPA, New Delhi, 2002.
3.
Noer Soetrisno : Rekonstruksi Pemahaman Koperasi
Merajut Kekuatan Ekonomi Rakyat
4.
Rusidi, Prof. Dr. Ir. MS
dan Maman Suratman, Drs. MSi : Bunga Rampai 20 Pokok Pemikiran Tentang
Koperasi, Institut Manajemen Koperasi Indonesia, Bandung 2002
|
0 komentar