Posted by : sahdarullah
Minggu, 24 November 2013
A.
FALSAFAH PERKREDITAN
1.
Pengertian Kredit
Kata “Kredit” berasal dari bahasa Yunani “ Credere”,
artinya “kepercayaan” yang dalam praktek sehari-hari berkembang lebih luas lagi
antara lain:
a.
Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian
atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan
ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati.
b.
Kredit dalam pengertian lembaga perbankan, sesuai dengan
yang termuat dalam Bab 1, pasal 1 ayat 12 Undang-undang No. 7 tahun 1992 yaitu
: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu :
1.
Adany suatu penyerahan uang/tagihan atau dapat juga
barang yang menimbulkan tagihan tersebut kepada pihak lain, dengan harapan
memberi pinjaman ini bank akan memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok
pinjaman tersebut yang berupa bunga sebagai pendapatan bagi bank yang
bersangkutan.
2.
Dari proses kredit itu telah didasarkan pada suatu
perjanjian yang saling mempercayai kedua belah pihak akan mematuhi kewajibannya
masing-masing.
3.
Dalam pemberian kredit ini terkandung kesepakatan
pelunasan utang dan bunga akan diselesaikan dalam jangka waktu tertentu yang
telah disepakati bersama.
Dalam praktek sehari-hari persetujuan pinjaman kredit
dinyatakan dalam bentuk perjanjian tertulis baik di bawah tangan atau secara
notariat, dan sebagai pengamanan bahwa pihak peminjam akan memenuhi
kewajibannya akan menyerahkan suatu jaminan baik yang bersifat kebendaan maupun
bukan kebendaan.
2.
Prinsip-Prinsip Perkreditan
Untuk dapat melaksanakan kegiatan perkreditan secara
sehat telah dikenal adanya prinsip 5 C yang meliputi ;
1.
Character (Karakter)
Pemberian kredit pada dasarnya berdasarkan kepercayaan
dari pihak Bank bahwa sipeminjam mempunyai moral, watak ataupun sifat-sifat
pribadi yang positif dan kooperatif dan juga mempunyai rasa tanggung jawab
dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Manfaat dari penilaian soal karakter ini adalah untuk
mengetahui sampai sejauhmana tingkat kejujuran dan integritas serta tekad baik
yaitu kemauan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.
2.
Capacity (Kapasitas)
Kapasitas adalah kemampuan calon debitur (calon peminjam)
melunasi kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau
kegiatan usaha yang akan dilakukannya yang akan dibiayai dengan kredit dari
bank. Jadi jelaslah maksud dari penilaian kapasitas disini adalh untuk menilai
sampai sejauhmana hasil usaha yang akan diperolehnya tersebut, akan mampu untuk
melunasinya tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakatinya.
Pengukuran kapasitas dari calon debitur (calon peminjam)
dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan antara lain;
a.
Pendekatan historis
Pendekatan ini dilakukan dengan cara menilai past
performance (kinerja masa lampau) dari nasabah yang bersangkutan apakah
usahanya banyak mengalami kegagalan atau selalu menunjukkan perkembangan yang
semakin maju dari waktu ke waktu.
b.
Pendekatan Financial
Pendekatan ini dilakukan dengan cara menilai posisi
neraca dan laporan Rugi/laba untuk beberapa periode terakhir untuk mengetahui
seberapa besarnya solvabilitas, likuiditas, dan rentabilitas usahanya serta
tingkat risiko usahanya.
c.
Pendekatan educational
Pendektan dilakukan dengan cara menilai latar belakang
pendidikan para pengurus calon debitur (calon peminjam), hal ini penting bagi
perusahaan-perusahaan yang menghendaki kemampuan teknologi tinggi, ataupun
usaha-usaha yang memerlukan profesionalisme tinggi seperti; rumah sakit biro
konsultan.
d.
Pendekatan yuridis
Pendekatan ini dilakukan dengan cara menilai apakah calon
debitur (calon peminjam) tersebut secara yuridis memiliki kapasitas untuk
mewakili dirinya atau badan usaha yang diwakilinya untuk mengadakan ikatan
perjanjian kredit dengan bank.
e.
Pendekatan manajerial
Pendekatan ini dilakukan dengan cara menilai sampai
sejauhmana kemampuan dan keterampilan nasabah dalam melaksanakan fungsi-fungsi
manajemen dalam memimpin perusahaannya
f.
Pendekatan teknis
Pendekatan ini dilakukan dengan cara menilai sampai
sejauhmana kemampuan calon debitur dalam mengelola faktor-faktor produksi
seperti; tenaga kerja, sumber bahan baku, peralatan-peralatan
kerja/mesin-mesin, administrasi dan keuangan, industrial relation,
bahkan sampai kepada kemampuan dalam merebut market share
3.
Capital (modal)
Kapital/modal adalah jumlah dana/modal sendiri yang
dimiliki oleh calon debitur (calon peminjam). Kemampuan modal sendiri merupakan
benteng yang kuat agar tidak mudah terkena goncangan dari luar, miisalnya dalam
situasi pasar modal dengan suku bunga yang tinggi, maka sebaiknya komposisi
modal sendiri ini harus semakin besar.
4.
Collateral (Borg : jaminan)
Kolateral adalah barang-barang jaminan yang diserahkan
oleh debitur sebagai jaminan atas kredit yang diterimanya. Manfaat kolateral
adalah sebagai alat pengamanan, apabila usaha
yang dibiayai dengan kredit tersebut gagal, atau sebab-sebab lain,
dimana debitur tidak mampu melunasi kredit dari usahanya yang normal
Jaminan juga dapat sebagai alat pengaman dalam menghadapi
kemungkinan adanya ketidakpastian pada kurun waktu yang akan datang pada
saatnya kredit tersebut harus dilunasi. Kolateral ini sifatnya sebagai
pelengkap dari kelayakan dari proyek nasabah.
Penilaian kolateral ini harus ditinjau dari 2 sudut
ekonomisnya, yaitu nilai ekonomis dari barang-barang yang akan dijaminkan,
serta nilai yuridisnya yaitu apakah barang-barang jaminan tersebut memenuhi
syarat-syarat yuridis untuk dipakai sebagai barang jaminan.
5.
Condition of economic (Kondisi perekonomian)
Kondisi ekonomi adalah situasi dan kondisi politik, sosial,
ekonomi dan budaya, peraturan-peraturan pemerintah dan lain-lain yang
mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat, maupun untuk suatu kurun
waktu tertentu yang kemungkinannya akan dapat mempengaruhi kelancaran usaha
dari perusahaan yang memperoleh kredit
3.
Kebijaksanaan Perkreditan
Kebijakan perkreditan merupakan pedoman kerja, sehingga
kebijakan tersebut haruslah mengandung keputusan-keputusan politis dan
keputusan-keputusan yang bersifat teknis operasional.
Secara sederhana keputusan manajemen dapat digambarkan
dalam bentuk piramida kebijakan sebgaia berikut :
Kebijakan
politis dan strategis
Informasi ekstern Top
Manajeman
Kebijakan taktis
Implementatif
Middle
Manajemen
Kebijakan
teknis
Operasional
Lower
Manajemen
Pelaksanaan
Operasional Operasional
Infromasi
- internal
Gambar 1. Piramida Kebijaksanaan
Dari gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa top
manajemen dalam pembuatan kebijakan kredit perlu infromasi ekstern dan
infromasi intern. Kadar informasi ekstern akan lebih banyak berpengaruh
daripada infromasi intern. Sebaliknya pada lower manajemen kadar infromasi
intern yang lebih banyak berpengaruh. Secara keseluruhan dari gambar di atas
akan terlihat bahwa untuk membentuk kebijakan kredit yang baik, memerlukan
kerjasama yang erat dari semua level manajemen sesuai dengan porsinya
masing-masing dalam mengelola informasi ekstern/intern untuk membuat suatu
kebijakan kredit.
Dalam menetapkan kebijaksanaan kredit diperlukan 3 azas
pokok yaitu; azas likuiditas, azas solvabilitas dan azas rentabilitas. Di
samping manajemen perlu pula memperhatikan; keadaan perekonomian, perkembangan
politik, peraturan-peraturan penguasa moneter yang ada, kemampuan banka yang
bersangkutan dalam mengumpulkan dan dengan biaya yang relatif murah, volume
permintaan kredit, besarnya laba yang diharapkan, kemampuan manajemen bank itu
sendiri, para saingan dari bank-bank/lembaga keuangan lain yang memasarkan jasa
perkreditan.
B. SISTEMATIKA PREKREDITAN
Variasi bentuk perkreditan dapat ditinjau dari beberapa
segi antara lain;
1.
Menurut Jenis Kredit Yang Dibiayai
Dalam klassifikasi ini bentuk perkreditan dapat dilihat
dari obyek yang dibiayai dengan kredit tersebut antara lain;
a.
Kredit Untuk Modal Kerja
Kredit Modal Kerja (KMK) adalah kredit yang diberikan
oleh bank kepada debiturnya untuk memenuhi kebutuhan modal kerjanya. Kriteria
modal kerja yaitu kebutuhan modal yang habis dalam satu siklus usaha (jika
dilihat pada neraca terdiri dari; uang kas, piutang dagang, persediaan bahan
baku, bahan dalam proses, dan barang jadi)
Arus modal kerja dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Arus Modal Kerja untuk Perdagangan
Dari gambar
2 di atas, nampak bahwa dari uang kas digunakan untuk membeli barang dagangan,
kemudian barang dagangan dijual secara kredit yang melahirkan piutang dagang
dan akhirnya akan ditagih saat jatuh tempo menjadi uang kas kembali disebut
sebagai satu siklus usaha.
Gambar 3. Arus Modal Kerja untuk Industri
Dari gambar
2 di atas, nampak bahwa dari uang kas digunakan untuk membeli bahan baku, bahan
pembantu, membayar upah tenaga kerja dan biaya tidak langsung, kemudian barang
jadi dijual secara kredit yang melahirkan piutang dagang dan akhirnya akan
ditagih saat jatuh tempo menjadi uang kas kembali disebut sebagai satu siklus
usaha.
Secara lebih spesifik bentuk kredit modal kerja ini
antara lain;
·
Untuk perdagangan, antara lain (kredit leveransir, kredit
ekspor, kredit untuk pertokoan,
·
Untuk barang industri, antara lain (kredit modal kerja
pabrik makanan, kredit modal kerja pabrik tekstil, dll)
·
Untuk bidang perkebunan, antara lain (kredit untuk
membeli pupuk, kredit untuk membeli obat-obatan anti hama, dll)
·
Kredit untuk kontraktor bangunan
·
Kredit modal kerja untuk perbengkelan/service station,
dll.
b.
Kredit Untuk Investasi
Kredit investasi adalah kredit yang dikeluarkan oleh
perbankan untuk pembelian barang-barang modal yaitu tidak habis dalam satu
siklus usaha. Uang kas yang dikeluarkan untuk membeli barang-barang modal akan
dapat terhimpun kembali setelah melalui proses depresiasi/amortisasinya sesuai
jangka waktu ekonomisnya dalam jangka waktu antara 5 sampai 20 tahun.
Bentuk-bentuk kredit investasi yang lebih spesifik antara
lain;
·
Membeli tanah untuk industri, tanah untuk pertambangan,
maupun tanah untuk perkebunan dll.
·
Membeli mesin-mesin, alat-alat angkutan,
peralatan-peralatan produksi dll.
·
Mendirikan bangunan gedung pabrik, bangunan hotel, rumah
sakit, gedung perkantoran, proyek pertokoan dll.
·
Menanam tanaman-tanaman keras pada perkebunan sampai
menghasilkan secara ekonomis.
·
Membangun kapal, pesawat terbang, peralatan-peralatan
kerja yang akan dipakai sendiri.
c.
Personal loan
Kredit ini diberikan kepada pribadi untuk keperluan
konsumtif, seperti untuk pembelian alat-alat rumah tangga.
d.
Non cash Loan
Kredit jenis ini adalah sejenis kredit yang belum efektif
dapat ditarik secara tunai ataupun secara pemindahbukuan, tetapi di dalamnya
telah terkandung adanya suatu kesanggupan untuk melakukan pembayaran dikemudian
hari. Pembayaran baru akan dilakukan oleh bank apabila transaksi yang akan
dilakukan direalisir atau apa yang diperjanjikan menjadi efektif. Jenis-jenis
kredit non kas antara lain;
1.
Bank Garansi
Sesuai dengan SK Dir Bank Indonesia No. 23/88/Kep./Dir
tanggal 18 Maret 1991 dan Surat Edaran No. 23/7/UKU tanggal 18 Maret 1991
yaitu;
·
Jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh Bank
yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima jaminan
apabila pihak yang dijamin melakukan cedera janji.
·
Jaminan dalam bentuk penandatanganan kedua dan seterusnya
atas surat-surat berharga seperti aval dan endosemen yang dapat menimbulkan
kewajiban membayar bagi bank apabila yang dijamin cedera janji,
·
Jaminan lain yang terjadi karena perjanjian bersyarat,
sehingga dapat menumbuhkan kewajiban finansial bagi bank.
Dalam praktek sehari-hari bentuk garansi bank yang umum
terjadi adalah ;
·
Tender bond, bid bond, yaitu bank garansi yang
diperlakukan para kontraktor untuk dapat mengikuti tender.
·
Bank garansi uang muka, yaitu bank garansi yang
dikeluarkan oleh bank untuk menjamin atas permintaan uang muka oleh nasabahnya
dalam rangka suatu kerjasama/pelaksanaan kontrak kerja dll.
·
Bank garansi untuk penangguhan pembayaran bea cukai.
·
Bank garansi untuk penyerahan barang/penerima barang oleh
leveransir dari pabrikan dll.
2.
Fasilitas Pembukaan L/C Impor
Letter of credit (L/C) adalah perangkat kerja bank yang
berupa suatu jaminan yang diterbitkan oleh bank untuk penjual atas permintaan
dan sesuai dengan instruksi pembeli, dimana bank memberikan jaminan atau
memberikan kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran akseptasi atau
negosiasi wesel-wesel berdasarkan penyerahan dokumen-dokumen yang ditentukan
sesuai dengan syarat dan kondisi dala L/C yang bersangkutan.
Dari pengertian L/C terkandung suatu perjanjian
kesanggupan/jaminan berupa;
·
Untuk pihak pembeli hal ini merupakan kepastian
penerimaan barang sebagaimana ditentukan dalam L/C.
·
Untuk pihak penjual merupakan kepastian pembayaran atas
penyerahan barangnya sebagaimana ditentukan dalam L/C.
Dalam posisi ini bank pembuka L/C mempunyai suatu
kewajiban untuk melaksanakan pembayaran apabila pihak importir gagal memenuhi
kewajiban. Jadi pada saat pembukaan L/C dengan setoran uang muka di bawah 100 %
sudah terkandung adanya pemberian fasilitas kredit yang belum efektif yang
dapat disebut “ non cash loan”.
3.
Fasilitas L/C dalam negeri
Mekanisme kerja dari L/C dalam negeri pada intinya sama
dengan L/C Impor, baik dalam penerbitan maupun dalam aturan mainnya, jadi
sama-sama fungsinya “non cash loan” pula, adapun perbedaannya antara lain ;
·
L/C dalam negeri menggunakan valuta rupiah sedangkan L/C
impor menggunakan valuta asing yang disepakati para pihak yang berkepentingan.
·
L/C dalam negeri hanya berlaku di wilayah Republik
Indonesia.
e.
Kredit Kelolaan
f.
KIK dan KMKP, Kredit Usaha Kecil, Kredit Kelayakan Usaha,
KCK.
g.
Kredit Kelayakan
h.
Kredit Untuk Pengembangan SDM
i.
Kredit Ekspor
2.
Pembagian Kredit Menurut Sifat-Sifatnya
Jenis-jenis
kredit menurut sifat-sifatnya dapat diuraikan sebagai berikut;
1.
Revolving Credit (Kredit Berulang)
Kredit jenis ini merupakan kredit yang dapat ditarik
sesuai dengan kebutuhan dana dari pihak debitur. Jadi pada jenis kredit ini
baki debitnya akan berfluktuasi dari waktu ke waktu yang lain sesuai dengan
kapasitas/kebutuhan ddana yang sedang berlangsung.
Jangka waktu kreditnyapun juga dapat diperpanjng
berulang-ulang selama kegiatan usahanya tersebut berjalan dengan baik. Oleh
karena itu, kredit ini cocok untuk membiayai kebutuhan modal kerja usaha
debitur, baik bidang perdagangan, industri, prasarana, perkebunan dll.
Mengingat sifatnya yang berputar/berulang (revolving),
maka dalam pelaksanaannya kepada nasabah yang bersangkutan dibukakan suatu
hubungan rekening koran, dan kepada nasabah yang bersangkutan dapat pula
diberikan “cek/bilyet giro” untuk melaksanakan penarikan kreditnya
sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan modal kerjanya. Dengan demikian nasabah
tidak khawatir rekeningnya tidak dapat ditarik padahal yang berrsangkutan baru
saja melakukan setoran-setoran pada rekening tersebut.
Begitupula untuk perhitungan bunga yang harus dibayar
tergantung dari rata-rata penarikan/rata-rata peredaran kredit atau dari rata-rata
volume kreditnya. Semakin tinggi rata-rata penarikan kreditnya, maka semakin
tinggi pula kewajiban pembayaran bunganya.
Pola kredit ini dapat digambarkan sebagai berikut ;
Volume usaha
Baki debit Overdraft
Maksimum
kredit
Plafond
Kelonggaran
Tarik
Waktu
Periode
Usaha
Gambar 4. Pola dari Revolving Credit
Namun apabila jangka waktu tersebut diperkecil, dapat
digambarkan sebagai berikut;
Plafond kredit
Realisasi baki Debit
Volume usaha
Baki debit Overdraft
Maksimum
kredit
Plafond
Rata-rata kebutuh
an kredit
Kelonggaran
Tarik
Waktu
Periode
Usaha
Gambar 5. Pola dari Revolving Credit Dengan Skala Diperkecil
Untuk pengendalian kredit jenis ini dapat dimonitor
melalui estimasi Statement of Sources and uses of fund atau dari estimasi cash
Flow dari suatu periode ke periode berikutnya.
Apabila usaha nasabah mempunyai bermacam-macam kegiatan,
dimana masing-masing kegiatan tersebut diadministrasikan dalam unit yang
terpisah/dapat dipisahkan secara tegas, maka plafond kredit tersebut dapat
diberikan untuk masing-masing jenis, tetapi sebaiknya dikontrol melalui satu
plafond kredit saja.
Dalam jenis kredit ini, mengingat dapat diperpanjang
secara berulangkali, maka reputasi manajemen merupakan faktor yang dominan
dalam penilaian kredit yang akan diberikan, di samping itu kestabilan volume
pemasaran juga merupakan faktor yang perlu diperhitungkan.
2.
Kredit Dengan Plafond Menurun/Kredit Investasi
Kredit dengan plafond menurun yaitu jenis-jenis kredit
yang secara sistematis plafondnya bertahap menurun sesuai dengan jadwal
angsuran yang telah disepakati antara bank dengan nasabah. Pemberian kredit
atas dasar plafond menurun ini diberikan untuk pembiayaan “Deffered cost” yang
diperlukan oleh nasabah untuk pembelian barang-barang modal yang mempunyai
turnover lebih dari satu siklus usaha.
Kegiatan usaha yang dibiayai dengan kredit ini mempunyai
ciri utama memerlukan modal (dana) yang relatif besar pada arah kegiatannya
yang memerlukan jangka waktu yang relatif panjang dalam pelunasannya
Pola kredit macam ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Volume kredit
Y a b
besarnya angsuran tiap periode
Plafond
kredit
pada
saat c
awal
dan seterusnya
Yt
grace period periode operasi
Gambar 5. Pola Aplopend Credit
Keterangan gambar :
a : Jumlah
kredit yang diperoleh
a: b: : Y sampai
dengan a, yaitu jangka waktu grace period/masa
konstruksi/tenggang waktu pelunasan
b :
Besarnya angsuran kredit setiap jangka waktu yang telah ditetapkan
c : Jangka
waktu tiap masa angsuran
Y : Plafond
kredit/maksimum kredit yang semakin menurun
Untuk membantu mempermudah dalam perencanaan pelunasan
kredit dapat ditempuh melalui penyusunan :
·
Estimasi dari “statement of sources and uses of fund”
sesuai jangka waktu ekonomis (useful economical life) dari barang-barang yang
dibiayai dengan kredit. Dari estimasi ini baru diketahui jumlah dana yang dapat
dikumpulkan, tetapi belum menunjukkan jumlah rupiah yang dapat disishkan , oleh
karena itu masih belum memadai untuk mengukur kemampuan debitur dalam melunasi
kreditnya secara rtunai.
·
Estimasi Cash Flow, untuk mengatasi kekurangan yang ada
pada statement of sources and uses fund di atas, oleh karena itu perlu
dilengkapi dengan estimasi Cash Flow ini, yang menunjukkan arus uang tunai mauk
dan keluar untuk suatu jangka waktu yang sama dengan estimasi dari statement of
sources and uses fund. Dengan demikian dari estimasi cash flow ini akan
diketahui jumlah uang tunai yang surplus tiap periode angsuran untuk pelunasan
kredit investasi yang diperoleh dari bank.
MANFAAT PERKREDITAN
Ada berbagai pihak yang berkepentingan secara langsung
dan tidak langsung terhadap fasilitas perkreditan yang dipasarkan oleh
bank-bank komersial.
Pihak-pihak yang mempunyai kepentingan langsung sudah
tentu pihak bank dan pihak calon debitur itu sendiri, karena kedua belah pihak
inilah yang pertama-tama akan menerima manfaat dari perkreditan itu secara
langsung. Sedangkan pihak pemerintah dalam hal ini penguasa moneter dan
masyarakat luas juga akan menerima/merasakan manfaat perkreditan itu secara
tidak langsung.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar