• Posted by : sahdarullah Jumat, 01 November 2013



    A. Pengantar
    Yang sering dikeluhkan oleh para mahasiswa ketika akan memulai berwirausaha,
    harus memulai dari mana? Selain itu, sering kali mahasiswa bahkan masyarakat umum,
    dijangkiti penyakit ‘jangan-jangan’ seperti ‘jangan-jangan saya rugi’, ‘jangan-jangan tidak
    laku’ ketika akan memulai sebuah usaha. Selain itu, muncul keraguan ‘waduh
    saingannya banyak’, bagaimana mungkin saya dapat memenangkan persaingan?

    B. Langkah-langkah memulai berwirausaha
    1. Mengenali peluang usaha
    Dalam modul kuliah 3 mengenai peluang usaha dinyatakan bahwa peluang sebenarnya
    ada di sekeliling kita, hanya saja ada beberapa individu yang mampu melihat situasi
    sebagai peluang ada yang tidak. Hal ini disebabkan faktor informasi yang dimilikinya
    Informasi memungkinkan seseorang mengetahui bahwa peluang ada sat orang lain
    tidak menghiraukan situasi tersebut. Akses terhadap informasi dipengaruhi oleh
    pengalaman hidup dan hubungan sosial (Shane, 2003).
    a. Pengalaman hidup. Pengalaman hidup memberikan akses yang lebih mengenai
    informasi dan pengetahun mengenai penemuan peluang. Dua aspek dari
    pengalaman hidup yang meningkatkan kemungkinan seseorang menemukan
    peluang yaitu fungsi kerja dan variasi kerja.
    b. Hubungan sosial. Sebuah langkah penting dimana seseorang mendapatkan
    informasi dari interaksi dengan orang lain. Beberapa ahli menyarankan ketika
    seorang takut berwirausaha secara sendirian, maka mengawali usaha secara
    kelompok adalah alternative. Oleh karenanya, kualitas dan kuantitas dalam interaksi
    sosial akan lebih memungkinkan individu akan membuat kelompok dalam
    berwirausaha. Informasi yang penting ketika akan memulai usaha adalah informasi
    mengenai lokasi, potensi pasar, sumber modal, pekerja, dan cara
    pengorganisasiannya. Kombinasi antara jaringan yang luas dan kenekaragaman latar
    belakang akan mempermudah mendapatkan informasi tersebut.
    Beberapa sumber peluang usaha antara lain:
    a. Perubahan teknologi
    b. Perubahan kebijakan dan politik
    c. Perubahan sosial demografi


    2. Optimalisasi Potensi diri
    Setelah mengenai peluang usaha maka harus dikombinasikan dengan potensi
    diri. Keunggulan kompetitif apa yang saya miliki? Yang sering terjadi di masyarakat kita
    adalah memilih usaha yang sedang trend saat itu. Hal ini sah-sah saja tetapi ketika
    dalam proses perkembangan tidak membuat inovasi, maka akan sulit bersaing. Counter
    HP di Yogyakarta merupakan bisnis yang menjamur dalam 3-4 tahun ini. Jika mereka
    tidak mempunyai keunggulan kompetitif misalnya layanan purna jual, harga yang
    bersaing, ataukah layanan secara umum baik, maka sulit akan berkembang. Seseorang
    datang ke sebuah toko untuk membeli HP, sebagian besar karena informasi yang telah
    didapatkan sebelumnya apakah dari mulut ke mulut ataukah dari koran.
    Hal ini sangat berbeda dengan ahli terapis untuk anak autis. Kenyataan
    menunjukkan penderita autis meningkat di masyarakat, sementara layanan atau terapis
    autis belum terlalu banyak. Keahlian khusus yang ‘langka’ akan dicari orang tanpa
    mempertimbangkan aspek lokasi usaha.
    Usaha jasa berbasis pengetahuan (knowledge intensive service) merupakan satu
    alternatif usaha yang memiliki keunggulan kompetitif. Biasanya mereka mendirikan
    usaha misalnya konsultan keuangan, konsultan manajemen, konsultan enjinering karena
    kemampuan pengetahuan yang dimilikinya. Oleh karenanya, model usaha ini yang
    seharusnya dikembangkan dalam kewiarausahaan di Perguruan Tinggi. Mahasiswa
    didorong untuk melakukan riset sesuai dengan bidang ilmunya untuk memiliki
    pengetahuan baru dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
    Selain potensi diri dalam arti pengetahuan yang kita miliki, maka masih perlu
    mengoptimalkan aspek motivasi dan kepribadian. Dalam modul kuliah 5 kharakteristik
    kewirausahaan dari perspektif Psikologi maka dapat diperoleh gambaran ada beberapa
    kaharakteristik yang mendorong kesuksesan usaha dan yang tidak. Oleh karenanya,
    sejauh mana potensi psikologis anda mampu dioptimalkan dalam memulai sebuah
    usaha?

    3. Fokus dalam bidang usaha
    Peter Drucker pakar dalam kewirausahaan menyatakan bahwa dalam dalam
    memulai sebuah usaha atau inovasi dilakukan disarankan untuk terfokus –dimulai dari
    yang kecil berdasarkan sumberdaya yang kita miliki. Vidi catering di Yogyakarta adalah
    salah satu contoh dimana pendirinya berlatar belakang sarjana teknologi pertanian,
    jurusan pengolahan makanan. Memulai usaha rantangan untuk anak kost karena tinggal
    di sekitar kampus, kemudian karena basic knowledge di bidang pengolahan makanan,
    kemudian berkembang menjadi catering, hotel, dan sekarang ini gedung pertemuan dan
    paket pernikahan (event organizer).

    4. Berani memulai.
    Dunia kewirausahaan adalah dunia ketidakpastian sementara informasi yang
    dimiliki oleh yang akan memulai usaha sedikit. Oleh karenanya, ‘sedikit agak gila’
    (overconfidence) dan berani mengambil resiko adalah sangat perlu dilakukan. Lakukan
    dulu. Jalan dulu. Jika ada kesulitan, baru dicari jelan keluarnya.

    C. Bahan Diskusi
    Bacalah dengan seksama kasus berikut ini. Lakukan analisis kasus tersebut
    berdasarkan upaya yang dilakukan untuk memulai usaha.
    Sumber Pustaka
    Shane, S. 2003. A General Theory of Entrepreneurship.the Individual-opportunity Nexus.
    USA: Edward Elgar

    Kasus dari Kompas Minggu, Mei 2005
    DEWI PROVITA RINI
    Sejak Menikah, Dewi Provita Rini (35) sudah memutuskan tidak bekerja di kantor. Dia
    ingin selalu berada di rumah agar bisa menjadi guru dan pendamping bagi anak-anaknya. Bagi
    dia, seorang anak harus didampingi langsung orang tua dan tidak bisa pengasuhan anak
    diserahkan kepada pembantu atau pengasuh anak.
    Namun Dewi, produsen permainan anak-anak dari kayu, bukanlah orang yang bisa diam
    di rumah. Sambil menunggu anaknya, dia mencoba berbisnis dengan menjual barang-barang
    secara kredit kepada para tetangga dan kenalan. Dewi juga pernah menjadi pemasok bahanbahan
    untuk sebuah perusahaan catering.
    “Tetapi saya tidak tahan menjadi pemasok untuk catering. Sewaktu-waktu saya bisa di
    telepon untuk minta dikirim barang. Pernah satu kali mereka minta dikirimi telur. Ternyata telur di
    peternakan tidak cukup sehingga saya harus menunggu ayam bertelur dulu. Sejak itu saya stres
    jika mendengar telepon berdering, takut ada pesanan mendadak. Akhirnya saya berhenti menjadi
    pemasok setelah enam bulan berjalan,” cerita Dewi, yang juga pernah bekerja sebagai asisten
    dosen ketika masih lajang.
    Berhenti menjadi pemasok, Dewi tergerak untuk berjualan. Namun apa yang dijual, Dewi
    belum tahu. Sampai pada awal tahun 2002, ketika dia membaca iklan di surat kabar tentang
    pameran pendidikan, dia tertarik ikut.
    “Ada teman saya yang membuat mainan anak dari kayu. Dia bersedia meminjamkan
    barang-barang itu untuk saya jual. Jadi, barang-barang yang tidak laku boleh dikembalikan ke dia.
    Saya cuma bermodalkan uang Rp. 500.000 untuk sewa tempat,” cerita ibu dua putri ini.
    Ternyata semua barang yang dipinjam Dewi dari temannya itu habis terjual. “Mungkin
    karena barang yang dijual sesuai dengan tema pameran. Mainan anak-anak dari kayu semuanya
    mempunyai nilai pendidikan. Yakni untuk melatih otak maupun motorik halus. Pengunjung yang
    datang sebagian besar guru, pendidik dan orang tua sehingga mainan saya laku, “ kenang dia.
    Sukses dalam menjual mainan anak-anak membuat Dewi terketuk terjun ke dunia bisnis
    itu. Padahal selama ini dia merasa sulit menemukan bidang bisnis yang cocok buat dia.
    “Orang tua saya pernah menawarkan modal untuk bisnis, tetapi saya tolak karena tidak
    tahu akan berbisnis apa. Setelah saya menemukan bisnis mainan anak ini, sekarang saya justru
    mencari-cari modal,” ungkap Dewi sambil tertawa.
    Dewi lalu mulai mempelajari pembuatan mainan kayu itu. Kebetulan di rumahnya yang
    terletak di bilangan Pondok bambu, Jakarta Timur banyak perajin kayu. “Saya minta ke perajin
    kayu itu, bisa tidak membuat mainan seperti ini. Lalu untuk penawaran, saya menggambar sendiri
    atau saya sablon. Kebetulan saya juga mempunyai tukang sablon karena suami saya punya
    usaha sablom,” ujar Dewi yang memegang ijazah sarjana akuntansi dari Universitas Trisakti ini.
    Membuat mainan dari kayu bukan berarti Dewi mematikan usaha kawannya yang
    meminjamkan barang. “Dia sudah merasa jenuh bekerja di bidang itu, dan ingin berhenti. Barangbarang
    yang dipinjamkan ke saya adalah barang-barang sisa. Jadi saya tidak mematikan usaha
    dia, “ kata Dewi menjelaskan.
    Setelah memutuskan terjun ke bisnis mainan anak, Dewi mulai belajar lagi. Dia membuka
    internet dan mencari berbagai topik seputar pendidikan. Di sana banyak tersedia contoh mainan
    yang mempunyai unsur pendidikan dan terapi untuk anak.
    “Sudah saya tetapkan, saya hanya menjual mainan yang mempunyai nilai edukasi.
    Makanya, saya tidak membuat dan menjual mainan robot, mobil dengan radio kontrol, pedangpedangan,
    juga pistol-pistolan,” ujar dia menegaskan.
    Mainan edukasi itu juga diusahakan agar tidak berbahaya bagi anak-anak. Contohnya,
    setiap benda persegi dibuat tidak memiliki sudut, tetapi agak melingkar. Kayu yang dipakai adalah
    serbuk kayu yang dipadatkan. “Selain ringan, kayu ini juga mempunyai warna yang cerah
    sehingga menarik,” kata Dewi.
    Selain itu Dewi juga rajin datang ke seminar-seminar yang berkaitan dengan pendidikan
    atau kesehatan. Dia juga membaca buku psikologi pendidikan dan psikologi anak. Dia juga rajin
    berdiskusi dengan konsumen – yang kebanyakan pendidik – untuk mendapatkan informasi
    mainan seperti apa yang dibutuhkan.
    “Setelah mendapat gambaran, baru suami saya mencoba membuat contoh barangnya.
    Dia insinyur teknik sipil sehingga bisa mengukur dan memotong,” kata istri M. Arif ini.Contoh
    barang itu kemudian dibawa ke tukang untuk dibuat dalam jumlah banyak. “saat ini saya tidak lagi
    memakai tukang di sekitar rumah. Saya sekarang mempunyai dua tukang tetap di daerah Cianjur,
    jawa barat. Ongkos produktif lebih murah disana, “ ujar Dewi. Setelah dibuat dan dihaluskan,
    barang dibawa ke rumah Dewi untuk di beri warna dan dikemas. Di rumahnya, Dewi dibantu lima
    karyawan untuk melakukan semua pekerjaan itu, termasuk menjaga pameran.
    Hingga kini pemasaran yang dilakukan Dewi hanyalah lewat pameran. Menurutnya, untuk
    memenuhi permintaan pameran saja, dia sudah agak kewalahan. “Sedikitnya setiap bulan satu
    kali saya berpameran. Untuk pamerannya sih tidak berat, tetapi setelah itu, pemesanan pasti
    membeludak,” ujar Dewi menjelaskan.
    Pernah suatu kali dia menerima pesanan dari Angkatan Udara untuk memasok mainan ke
    seluruh taman kanak-kanak milik Angkatan Udara. Jumlahnya hingga ribuan. Pelanggannya
    memang sebagian besar adalah sekolah dan lembaga-lembaga lain yang berkaitan dengan
    pendidikan.
    “Saya juga sering mendapat pesanan dari majalah anak. Mereka memesan untuk hadiah
    bagi pembacanya, ujar dia.Menurut Dewi, ketekunan mengikuti pameran merupakan kunci sukses
    bisnisnya. Dewi mengakui tidak semua pameran yang diikutinya mendatangkan keuntungan. Ada
    juga pameran-pameran yang justru membuatnya merugi.Namun Dewi tidak melihat satu per satu
    pameran, tetapi keseluruhannya dalam satu tahun. “Kalau satu tahun, kita akan melihat mengikuti
    pameran itu mendatangkan keuntungan, terutama pemesanan setelah pameran selesai,” kata
    dia.
    Untuk memperbanyak macam barang, Dewi juga membeli mainan pendidikan dari Cina.
    Semua mainan yang dibeli juga harus mempunyai nilai edukasi. Namun, yang dibeli hanyalah
    mainan yang terbuat dari plastik. “Kalau bahan bakunya kayu, produk kita masih bisa bersaing
    dalam harga. “Tetapi kalu dari plastik, produk China lebih unggul,” kata Dewi.
    Pemasaran yang bisa dibilang cukup sukses itu tanpa disadari membuat usaha Dewi
    semakin besar. Sekarang dia sudah dipercaya oleh pemasok bahan baku sehingga untuk belanja
    bisa memakai giro. Dia menaksir, barang-barang yang ada di tempat penyimpanan saat ini
    bernilai 100 juta. Ini belum termasuk barang-barang yang dia titipkan di beberapa pusat terapi
    anak. “Tanpa terasa modal yang hanya Rp. 500.000 itu sekarang sudah menjadi Rp. 100 juta.
    Modalnya hanya ketekunan dan tidak takut rugi.” tutur Dewi.

    0 komentar

  • Copyright © 2013 - Unbreakable Machine Doll - Ilmu Bermanfaat - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan